Oleh: Nadia Salsabyla
Deputi Protokol dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana menghargai hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Sigi terbaru menyebut kepuasan publik terhadap Jokowi menjelang akhir masa jabatannya mencapai 75 persen. Ia melanjutkan bawa hal ini menunjukkan dukungan masyarakat terhadap kepemimpinan dan kebijakan – kebijakan Presiden Jokowi selama ini. (Tempo 4/10/24)
Tingkat kepercayaan masyarakat tentu tidak bisa diukur hanya pada survei saja. Karena tidak bisa dipastikan objeknya apakah betul-betul mewakili setiap individu rakyat atau tidak. Fakta di lapangan pun menunjukkan bagaimana kinerja pemerintah selama ini belum optimal menyelesaikan masalah. Justru menambah masalah baru di tengah masyarakat.
Di tengah kondisi ekonomi yang mengalami ketidakstabilan, bahkan kenaikan harga kebutuhan pokok yang signifikan. Pemerintah justru menetapkan kenaikan PPN yang semakin memperburuk kondisi tersebut. Terutama golongan menengah kebawah yang sebelumnya sudah lebih dulu terdampak kenaikan harga kebutuhan pokok. Memang kenaikan ini akan menambah penghasilan pemerintah, namun hal ini juga akan berpotensi mengurangi aktifitas ekonomi mikro. Seperti meambah biaya pada proses produksi hingga mengurangi profitabilitas perusahaan.
Tidak berhenti di sana, bahkan pemerintah juga berencana untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi pada awal Oktober ini. Meskipun rencana ini sempat diurungkan, bukan berarti rencananya benar-benar dibatalkan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Atau upaya pemerintah dalam mengatasi kenakalan remaja dengan memberikan pendidikan moderasi beragama, yang justru menjauhkan mereka dari agama. Sangat jauh hingga seorang remaja muslim hanya mengenal shalat dan puasa sebagai syariat Islam.
Kacamata Yang Salah
Kesalahan penguasa dalam menetapkan kebijakan atau peraturan dalam aspek negara, berkaitan dengan kesalahan dalam memandang kehidupan. Padahal pemimpin kita muslim, jajarannya pun banyak yang muslim, namun kacamata yang mereka gunakan dalam memandang kehidupan ini adalah demokrasi kapitalis. Dengan asas kebebasan, mereka bebas menetapkan apa saja yang ‘dianggap’ mampu menuntaskan masalah. Di sisi lain, mereka bergandeng tangan dengan para pemilik modal untuk mempertahankan kekuasaannya. Lalu dimana posisi rakyat? Mereka hanya dibutuhkan saat pencalonan 5tahun sekali.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS Al A’raf : 96)