Opini

Guru Berdaya Indonesia Jaya, Bisakah Terwujud Nyata?

94

Oleh: Maria Alex Sandra, S.Pd

Profesi guru merupakan profesi yang sangat krusial bagi sebuah negara karena dari tangan seorang gurulah akan terlahir generasi-generasi muda berkualitas penerus kepemimpinan bangsa. Dalam sejarah umat manusia, guru mengambil peran penting membangun masyarakat yang maju. Pada posisi ini Guru diharapkan tidak hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi pembentuk karakter, inspirator, dan penjaga nilai-nilai moral. Dunia tak akan melupakan yang terjadi di Jepang saat perang dunia II, dimana setelah kota Hiroshima dan Nagasaki dibom,respon pertama Kaisar Hirohito adalah bertanya “berapa jumlah guru yang tersisa?” kemudian dia melanjutkan bahwa Jepang tidak akan bisa mengejar Amerika jika tidak belajar. Karenanya, ia kemudian menghimbau pada para Jenderalnya untuk mengumpulkan seluruh guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Sebab, kepada para gurulah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan. Hal ini menggambarkan bahwa Kaisar Hirohito sangat memahami pentingnya guru sebagai kunci kebangkitan sebuah bangsa.

Guru antara tuntutan tugas dan persoalan
Kemdikbudristek pada moment peringatan hari Guru tahun ini menyampaikan bahwa Guru memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan. Namun saat ini ada banyak persoalan yang terjadi pada guru. Beliau berharap momentum hari guru ini menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan peran penting guru dalam membangun generasi bangsa, serta mengidentifikasi berbagai tantangan dan persoalan yang mereka hadapi.
Tidak dapat dipungkiri hari ini kondisi guru memang tidak baik-baik saja. Masih banyak PR yang perlu diselesaikan oleh negara baik masalah pada internal guru, rancangan kurikulum maupun aturan-aturan yang menjamin agar guru dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik secara optimal. Beberapa persoalan yang dihadapi guru di Indonesia saat ini diantaranya:
• Beban kerja yang berat saat ini tugas guru tidak hanya mengajar di kelas, tetapi juga menyiapkan materi, mengoreksi tugas, serta terlibat dalam berbagai kegiatan administrasi sekolah.
• Gaji yang kurang memadai: masih banyak guru yang menerima gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang mereka emban.
• Kurangnya fasilitas dan infrastruktur: Banyak sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil, masih kekurangan fasilitas belajar yang memadai. Hal ini tentu saja sangat menghambat proses pembelajaran.
• Perkembangan teknologi yang cepat: Guru dituntut untuk terus mengikuti perkembangan teknologi dalam pembelajaran, namun tidak semua guru memiliki akses dan kemampuan yang sama untuk mengadopsi teknologi tersebut.
• Kurangnya penghargaan dan prestise: Profesi guru belum sepenuhnya mendapatkan penghargaan dan prestise yang semestinya di masyarakat. Hal ini dapat berdampak pada minat generasi muda untuk menjadi guru.
• Masalah disiplin siswa: Meningkatnya kasus indisipliner siswa menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
• Kurangnya dukungan dari orang tua terhadap proses pembelajaran anak juga menjadi kendala bagi guru dalam menjalankan tugasnya.
• Maraknya kriminalisasi guru yang menunjukkan guru tidak memiliki jaminan perlindungan
Selain itu secara internal kualitas guru juga perlu ditingkatkan. Masih sering terdengar di berita ada guru yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang melibatkan guru terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak. https://regional.kompas.com/read/2024/09/28 /180000778/kasus-asusila-guru-dan-murid-di-gorontalo-dan-darurat-kekerasan-seksual-di?page=all. Selain itu guru acapkali menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik hingga terlibat judol. Kondisi ini tentu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya mendidik generasi. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun pihaknya, hingga September 2024 tercatat ada 293 kasus kekerasan di sekolah. kata Ubaid melalui keterangan tertulis, Kamis (24/10/2024). Ubaid mengatakan, jenis kekerasan didominasi oleh kekerasan seksual, jumlahnya mencapai 42 persen. Disusul oleh perundungan 31 persen, kekerasan fisik 10 persen, kekerasan psikis 11 persen, dan kebijakan yang mengandung kekerasan 6 persen. https://www.kompas.com/ edu/read/2024/10/24/163509171/jppi-sepanjang-tahun-2024-ada-293-kasus-kekerasan-di-sekolah. Mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi, jawabannya karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem yang memisahkan antara agama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, atau biasa dikenal dengan sistem sekuler. Sistem inilah yang membentuk para guru hanya fokus mengajarkan keilmuan semata kepada murid-muridnya. Dampaknya output sistem pendidikan saat ini adalah anak anak yang memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa namun minim dari akhlak. Orang pintar namun saat mendapatkan jabatan dengan mudahnya melakukan korupsi ataupun anak sekolah yang secara akademik nilainya bagus tapi melakukan tindakan asusila seperti gaul bebas atas dasar cinta bersama pasangannya.

Exit mobile version