Oleh : Halida Almanuaz
(Aktivis Dakwah Muslimah Deli Serdang)
PALEMBANG, Tiga pelaku pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP, AA (13), saat ini menjalani rehabilitasi di Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) Dharmapala, Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Dari hasil pemeriksaan, tiga dari empat pelaku berstatus anak, sehingga tidak bisa ditahan. Sementara, pelaku utama IS (16) telah ditahan karena berusia di atas 14 tahun sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Motif dari kasus pemerkosaan dan pembunuhan AA diketahui lantaran pelaku utama IS terpengaruh film porno. IS kemudian mengajak ketiga temannya untuk memperkosa korban hingga akhirnya dibunuh.
Kasus Palembang menunjukkan betapa besarnya bahaya pornografi. Akibat pornografi, generasi muda menjadi rusak. Mereka tega melakukan perbuatan keji hingga membunuh. Mereka bahkan bangga dan memamerkan aksinya pada temannya. Tidak ada rasa malu atau takut.
Kecanduan pornografi jelas merusak generasi karena mengakibatkan gangguan perkembangan otaknya, juga emosinya bersosialisasi juga kurang. Bahkan anak sulit untuk membedakan mana baik dan buruk, sulit mengambil keputusan karena kurang rasa percaya diri.
Fenomena kerusakan generasi akibat maraknya pornografi adalah buah dari buruknya sistem pendidikan kita sekarang ini. Pendidikan tidak ditujukan pada mencetak generasi bertakwa, tetapi demi tujuan materialistis atau dengan kata lain cuan. Akibatnya, lahirlah generasi yang permisif, mereka berperilaku bebas tanpa aturan. Mereka bahkan berani melakukan kejahatan demi memenuhi keinginannya mereka.
Maka makin miris ketika mereka melakukan kejahatan, seperti pemerkosaan dan pembunuhan, ternyata negara tidak memberikan hukuman yang tegas karena salah dalam mendefinisikan kata “anak”. Anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berumur 18 tahun berdasarkan UU Perlindungan Anak. Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa dijatuhi hukuman yang tegas dan menjerakan, bahkan mereka tidak bisa ditahan, melainkan hanya direhabilitasi, padahal mereka hakikatnya sudah balig. Mandulnya hukum menjadikan kejahatan “anak” semakin marak, anak tidak lagi merasa takut melakukan kejahatan.
SISTEM SEKULER BIANG KERUSAKAN
Sistem sekuler kapitalisme adalah sumber masalah bagi generasi. Kurikulum pendidikan sekuler nyatanya gagal mewujudkan generasi berkualitas di semua sisi yang menjauhkan aturan Allah swt. Cerdas tetapi pergaulannya bablas. Pintar, tetapi imannya tidak ada. Lebih parahnya sudahlah tidak cerdas dan pintar, keimanan juga tidak ada. Na’udzubillah. Kita butuh generasi berkualitas juga mulia. Generasi yang cerdas dan mulia akhlaknya. Dan generasi ini mustahil lahir dari rahim kapitalisme.
Fakta sudah sangat jelas membuktikan ketika jauh dari Islam, generasi kian rusak dan amburadul. Makin tinggi nilai-nilai sekuler yang diterapkan, kejahatan pun kian merajalela. Artinya, peran sistem sangat mendukung dan berpengaruh besar dalam pembentukan generasi.