Oleh: Sari Indarwati
Akhlak atau budi pekerti memiliki peranan penting dalam membentuk generasi berikutnya. Akhlak yang dimaksud adalah akhlakul karimah atau akhlak yang terpuji. Seseorang yang akhlakul karimah atau budi pekerti, maka segala perbuatan dan tingkah lakunya pun baik. Dengan begitu, akan terwujudlah kehidupan yang harmonis dan damai.
Dengan memiliki akhlak yang baik, tentu seseorang tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan, baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Akhlak yang baik akan menjadi benteng, atau pelindung dalam menjalani kehidupan, sehingga besar harapannya tingkat kejahatan atau kriminalitas dikalangan anak bisa berkurang.
Namun akhir-akhir ini kita kembali digegerkan oleh kriminalitas anak yang semakin marak terjadi dan bentuknyapun semakin beragam, sehingga memantik kejadian yang memilukan. Dari level sedang sampai level yang membahayakan. Dari kasus bullying sampai pada tindakan kriminalitas oleh anakpun seakan tak pernah bosan untuk menyapa para pemuda kita di banua maupun luar pulau kalimantan. Sebut saja kasus pembunuhan terhadapa AA (13 tahun) seorang penjual balon yang sempat menggegerkan jagat maya, di tempat pemakaman umum (TPU) Tianghoa di Palembang, Sumatra Selatan. Minggu, 31 Agustus 2024 pukul 16.00. Korban ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Mirisnya pelaku pembunuhan AA (13 tahun) adalah anak-anak yang juga masih dibawah umur. Pelaku berjumlah empat orang yakni IS (16 tahun), MZ (13 tahun), NS dan AS (12 tahun). Pelaku tak hanya membunuh tapi juga melakukan rudapaksa terhadap korban.
Lagi-lagi pelaku tak bisa dijerat dengan tindak pidana, karna mereka masih berusia dibawah umur. Sehingga para pelaku tidak bisa diadili seadil-adilnya secara hukum pidana tapi diserahkan pada penangguhan di pusat rehabilitas. Berdasarkan UU No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. Dimana penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan. Karna anak yang berusia 12 tahun dan di bawah 18 tahun masih dalam pengawasan orangtuanya. Sehingga kasus AA tidak bisa diadili sebagaimana mestinya. Harusnya pelaku menerima ganjaran setimpal sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Sebagaimana telah menghilangkan nyawa orang lain, maka pelaku akan mendapatkan sanksi pidana berupa qishas atau membayar diyat. Bukannya bisa melenggang bebas karna berlindung pada kata dibawah umur, sementara perbuatan mereka tidak mencerminkan jika mereka masih anak yang dibawah umur.
Dari maraknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Maka kita akan mendapati beberapa faktor yang menyebabkan kejadian ini terjadi dan bahkan seakan terulang. Diantaranya adalah:
1.Lemahnya kontrol diri dan krisis identitas pemuda hari ini tidak terlepas dari jauhnya mereka dari akhlakul karimah dalam Islam. Sebab hanya Islam yang mampu membentuk kepribadian mulia pada diri seseorang. Namun kehidupan sekular yang memisahkan agama dari kehidupan yang berjalan hari ini membentuk pola pikir sekuler dan pola sikap liberal dalam diri generasi muda kita. Sehingga tujuan hidup pemuda hanya pada materi dan kesenangan duniawi semata.
2.Disfungsi peran keluarga. Keluarga terutama ibu yang berperan mendidik anak memiliki kepribadian islam, hari ini justru abai akan perannya. Penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menciptakan kemiskinan secara struktural telah memaksa para ibu bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Belum lagi banyaknya orangtua yang tidak memahami peran dan tanggungjawabnya terhadap anak.
3.Media, anak yang melakukan kriminalitas juga sering kali dipengaruhi oleh media yang hanya mengedepankan bisnis dibandingkan edukasi. Tayangan-tayangan media hari ini mengarahkan potensi besar yang dimiliki pemuda pada hal-hal negative atau kemaksiatan, potensi pemuda tersalurkan pada kerusakan bukan pada kebangkitan.