Oleh Ratna Sari Dewi
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun.
Beliau menuturkan data tersebut meliputi mahasiswa yang baru lulus kuliah S 1 dan siswa SMK yang belum mendapatkan pekerjaan.
Untuk mengatasi masalah pengangguran ini, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia yaitu dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022. Perpres ini diyakini dapat mengurangi mismatch dengan merevitalisasi pelatihan vokasi, menyambungkan dan menyinkronkan dengan pasar kerja.kumparanBisnis20 Mei 2024 21:02
Banyaknya pengangguran menunjukkan adanya keterbatasan lapangan kerja, menunjukkan gagalnya negara menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah yang berdasarkan demokrasi kapitalisme yang dasar sekulerisme pemisahan agama dalam kehidupan. Pada pengaturan bernegara tidak menggunakan aturan agama, pemerintah yang seharusnya mensejahterakan rakyat dengan pemenuhan dasar menciptakan lapangan kerja. Agar rakyat hidup sejahtera ini harus memutar otak dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kapitalisme yang menonjol dalam sistem yang dianut pemerintah hanya berpihak kepada para pemilik modal yang terdiri dari para pengusaha swasta. Dalam sistem ini lahir kerjasama oligarki, para pengusaha dan penguasa berkerjasama dalam mengelola SDA dan SDM tanpa melihat aturan agama.
Apalagi adanya kebijakan negara memudahkan investor asing dan pekerjanya berusaha di Indonesia, termasuk dalam mengelola SDA dan SDM.
Sistem Sekulerisme menciptakan berbagai paham yang menyesatkan, salah satunya gaya hidup liberalisme dan hedonisme, ini menjadi momok bagi Gen Z dalam menjalani kehidupan. Berpengaruh terhadap perilaku Gen Z yang serba instan minim semangat juang.
Selain itu juga adanya ketidaksesuaian antara lapangan kerja yang tersedia dengan Pendidikan yang dimiliki gen Z.
Kenaikan UKT yang semakin tak masuk akal, menambah terhimpit kondisi Gen Z, karena kesempatan menempuh pendidikan tinggi semakin kecil. Sementara dari kesempatan kerja, khususnya di sektor formal sebagian besar masyarakat sarjana, sudah berpengalaman dan adanya batas usia. Negara sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyatnya seharusnya menuntaskan persoalan generasi ini, sebab jika tidak maka akan menimbulkan problem besar di masa mendatang.