Opini

GEN Z MENGANGGUR KARENA CAPEK DI TOLAK KERJA

317

Oleh : Umi Astuti
Pemerhati keluarga dan instruktur Go Ngaji

 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 – 24 tahun. Ida mengatakan angka pengangguran ini terbanyak statusnya sedang mencari kerja usai lepas dari pendidikan baik S1 usia 24 tahun maupun 18 tahun lulus SMA. Namun mereka tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Ida menjelaskan banyaknya anak muda yang belum mendapatkan pekerjaan ini karena tidak cocok (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar. Hal tersebut harus didorong antara pendidikan dan pelatihan kerja berorientasi dengan kebutuhan pasar. Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia yaitu menerbitkan Perpres no 68 tahun 2022. Ini adalah Perpres kolaborasi karena menyertakan Kadin yang tau dunia kerja, yang tau pusat kerja dan teman- teman pengusaha maka harus ada sinergi terus antara pendidikan dan pelatihan kerja, ” tutur Ida.

Banyaknya pemuda yang menganggur tentu memprihatinkan. Mereka sedang berada pada masa puncak produktivitas sehingga seharusnya mendayagunakan seluruh potensinya untuk memenuhi kebutuhan dirinya, membantu orang tua dan lebih – lebih memberikan manfaat bagi umat. Sayangnya potensi tersebut seolah terbuang percuma karena Gen Z tidak memiliki kesempatan bekerja. Banyaknya pemuda yang menganggur akan menjadi masalah bagi masyarakat karena berpotensi memicu maraknya kriminalitas.

Banyaknya pemuda tanpa kegiatan bukan semata disebabkan faktor dari Gen Z yang kurang tangguh sehingga mudah menyerah ketika mengalami penolakan ketika melamar pekerjaan. Faktor lebih dominan adalah kegagalan Pemerintah dalam pengadaan lapangan pekerjaan.

Kegagalan ini mewujud pada tiga hal:
Pertama, negara gagal dalam mencetak pemuda yang berkualitas dalam sistem Pendidikan.
Seharusnya sistem pendidikan mampu membentuk para pemuda menjadi orang yang memiliki keahlian tertentu untuk bekal hidup dan mampu membentuk mental para pemuda tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan.

Kedua, negara gagal menyediakan Pendidikan Tinggi yang terjangkau masyarakat.
Saat ini tingginya UKT menjadi sorotan banyak pihak sehingga banyak pemuda yang gagal kuliah karena tidak mampu membayarnya.

Ketiga, negara gagal menyediakan Lapangan kerja dalam jumlah besar.
Pemerintah membanggakan PSN/ Proyek Strategi Nasional bernilai triliunan rupiah dengan harapan akan menyerap tenaga kerja tetapi hasilnya minim. Investasi pun tidak sebanding dengan lapangan kerja, padahal regulasi sudah disunat melalui UU Cipta Kerja demi memuluskan investasi. Seharusnya bonus Demografi bisa membuka lapangan kerja dalam jumlah besar. Sayangnya negara abai dalam hal ini sehingga berdampak meledaknya pengangguran usia produktif.

Exit mobile version