Oleh: Masriana
(Aktivis Muslimah)
Gen Z, generasi yang lahir antara tahun 1992 sampai 2012 kembali menjadi sorotan karena mendominasi data pengangguran di Indonesia. Pengangguran yang dimaksud adalah tidak bekerja, tidak melanjutkan pendidikan atau istilahnya NEET(Not in employment education, and training) alias do nothing.
Dikutib dari media cnbcindonesia Jika diungkap lebih rinci, jumlah gen Z yang menjadi pengangguran atau tidak memiliki kegiatan berdasarkan data BPS (2021-2022) mencapai 9.896.019 orang pada Agustus 2023. Dari jumlah itu NEET Gen Z di dominasi perempuan sebanyak 5,73 juta diikuti 4,17 juta laki-laki. Angka itu setara dengan22, 25 persen dari total penduduk usia muda di Indonesia.
Tingginya angka pengangguran menjadi paradoks banyak survei urban yang menggambarkan kehidupan Gen Z yang asik, santai, suka berpetualang, mencoba hal baru dan menikmati hidup. Hal ini tentu membuyarkan “dongeng-dongeng” Gen Z yang banyak berseliwerang di media kita anak-anak Gen Z yang suka jalan-jalan daripada menabung beli rumah, pekerja Gen Z yang memilih resign daripada kena isu mental health atau sipaling Gen Z yang punya perhatian pada isu lingkungan dan sosial.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bahkan secara gamblang menyebut, tingginya angka pengangguran diantara Gen Z akibat ketidaksesuaian antara pendidikan yang ditempuh dengan permintaan pasar tenaga kerja.
Pengangguran, sejatinya terjadi ketika jumlah angkatan kerja kerja lebih besar dibandingkan dengan jumlah lapangan kerja. Kondisi inilah yang ditemui oleh Gen Z hari ini hingga mendominasi angka pengangguran di negeri ini. Mirisnya lagi, kondisi ini terjadi di tengah kurangnya kesiapan mental Gen Z untuk terjun ke dunia kerjakerja dan kebiasaan Gen Z untuk menikmati dan mencari kesenangan hidup.
Kenaikan UKT yang semakin tak masuk akal menambah terhimpitnya kondisi Gen Z karena kesempatan menempuh pendidikan tinggi semakin kecil. Sementara dari kesempatan kerja khususnya di sektor formal sebagian besar mensyaratkan sarjana, sudah berpengalaman, dan adanya batas usia. Negara sebagai penanggung jawab kesejahteraan rakyatnya, seharusnya menuntaskan persoalan generasi ini. Sebab jika tidak maka akan menimbulkan problem besar di masa mendatang. Meningkatnya kriminalitas dan angka bunuh diri banyak dipicu oleh problem ekonomi yang menghimpit kehidupan rakyat. Membiarkan problem ini berarti mengubah negeri ini menjadi negeri yang tidak aman dengan tatanan sosial yang rusak.