Opini

Gen Z Keren Dengan Melek Politik

173

 

Oleh Umi Lia

Member Akademi Menulis Kreatif

Partisipasi pemilih muda menjadi sorotan di momen pesta demokrasi mendatang, karena potensi mereka dalam membentuk dan memandang masa depan politik sangat besar. Menjelang Pilkada 2024 para calon kepala daerah mencoba mendulang suara gen Z. Salah satunya Tri Rismaharini, mantan Menteri Sosial, untuk mendekati anak muda ia menggelar sebuah acara talkshow di Petungwulung, Petungasri Pandaan. Tema yang diangkat “Emakkuh Pahlawankuh Talkshaw Bareng Bu Risma.” Di acara tersebut ia memotivasi pemuda untuk tidak takut bermimpi dan berani mencoba. Calon Gubernur Jawa Timur ini juga menyampaikan niatnya untuk menjangkau dan mengembangkan potensi para pemuda di wilayahnya. (Cnnindonesia.com, 10/11/2024)

Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Tengah menggelar acara Goes to Campus untuk sosialisasi Pilkada Serentak 2024. Tujuannya agar mahasiswa khususnya pemilih pemula benar-benar menggunakan hak pilihnya. Hal ini diikuti oleh calon-calon kepala daerah lain yang melakukan berbagai cara untuk meyakinkan kaum gen Z bahwa mereka akan menjalani kehidupan yang lebih baik pada masa kepemimpinannya.

Kehadiran sosok pemimpin yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan memang menjadi harapan tersendiri di tengah kehidupan yang serba susah hari ini. Suara gen Z menjadi incaran para calon pemimpin karena mereka jumlahnya banyak dan dianggap buta politik. Jumlah mereka yang mencapai 40 persen dijadikan peluang untuk meraih kekuasaan.

Seharusnya gen Z lebih memperhatikan track record euforia Pilkada yang selama ini berlangsung. Anak muda kebanyakan tidak peduli dengan sejarah terkait masa lalu para calon pemimpin, walaupun tinggal membaca di media sosial. Itulah mengapa disebut buta politik karena terbiasa tidak mendengar, melihat dan berbicara serta tidak berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi. Karena itulah KPU berusaha mengedukasi mereka tentang pentingnya kesadaran mengurus umat, dengan mendatangi kampus, sekolah dan pesantren. Juga membentuk duta-duta dari kalangan pemuda. Hanya sayang edukasinya terbatas sehingga menimbulkan kesan bahwa berpolitik itu hanya memilih dan dipilih saja.

Exit mobile version