Oleh: Umul Bariyah
(Aktivis Muslimah)
Angka pengangguran di kalangan Generasi Z (Gen Z) di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang. Angka PHK juga tinggi di kalangan gen Z berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024, terdapat sekitar 9,89 juta orang dari kelompok Gen Z yang masih nganggur. Angka ini mencakup sekitar 19 % dari total angkatan kerja di Indonsia yang didominasi oleh usia produktif. Salah satu faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z adalah ketidakcocokan antara ketrampilan yang dimiliki dengan kebutuhan industri. (Radar Jogja, 22/10/2024).
Ini berarti sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil. Fenomena ini menimbulkan perdebatan apakah mereka adalah korban ekonomi atau beban bagi negara.
Saat ini negara kita mengalami bonus demografi yaitu ketika jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif 15 – 65 tahun lebih besar dibandingkan usia 0 – 14 tahun dan diatas 65 tahun. Bonus demografi akan menjadi keuntungan bagi suatu negara karena negara tersebut akan memiliki sumber daya produktif yang besar. Namun, bonus demografi juga bisa menjadi bumerang jika tidak ditangani dengan baik.
Sungguh, berada dalam sistem demokrasi kapitalis seperti saat ini masyarakat terutama kalangan gen Z dituntut untuk berdikari, bersaing, mandiri dan terus berjuang di kaki sendiri untuk melanjutkan hidup. Mereka dituntut pula untuk mempunyai skill yang tinggi, koneksi yang pasti dan dana yang memadai. Mengapa yang punya dana? Karena dengan uang bisa membeli apapun. Yang mempunyai dana bisa memilih sekolah terbaik berbasis internasional. Dengan dana pula bisa memperoleh apa yang diinginkan, entah itu jabatan, gelar, posisi, atau praktek suap menyuap untuk memperoleh jabatan tertentu. Praktek ini sungguh bukan suatu yang mustahil di negri ini.
Kurikulum pendidikan yang digunakan saat inipun hanya sebatas materi yang tak mampu mencetak generasi emas masa depan. Kurikulum juga tak mampu mencetak mental Gen Z untuk berakhlaqul qarimah yang mempunyai daya juang tinggi, bermental baja dan pantang menyerah. Maka itu mereka lebih suka memperoleh penghasilan dengan cara yang instant. Tak perlu repot repot bekerja keras.
Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya influencer influencer, tiktoter tiktokter muda yang memperoleh penghasilan dari sosmed. Mereka terjebak pada gaya hidup yang rusak karena sistem kapitalisme. Mulai dari fomo (ikut ikutan yang lagi trend), konsumerisme (membeli sesuatu yang kurang penting bertujuan untuk flexing), dan mengikuti gaya hidup hedonisme.