Opini

Gen Z dan Perjuangan Menegakkan Islam Kaffah

89

Oleh : Yumna Karima

Pemuda menjadi salah satu bagian terpenting bagi suatu peradaban. Ditangan merekalah nasib peradaban tersebut akan ditentukan. Semangat yang tinggi, kekuatan fisik yang mumpuni hingga daya pikir kritis sebagai potensi yang menjadi bekal utama mereka dalam membangun peradaban yang gemilang.

Gen Z adalah sebutan pemuda di era sekarang, yakni mereka yang lahir dalam rentang tahun 1997-2015. Generasi ini juga dikenal dengan “digital natives” atau mereka yang tumbuh di dunia digital yang canggih sejak dini. Tak heran, semua aktivitas Gen Z tidak terlepas dari kecanggihan teknologi khususnya yang berkaitan dengan jejaring internet seperti komunikasi, belanja, seminar, dan lain sebagainya.

Namun, kondisi tersebut membuat Gen Z mengalami ketergantungan dengan segala kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkannya. Sosial media sebagai bagian dari perkembangan teknologi juga menjadi sasaran bagi Gen Z untuk menghabiskan waktunya. Belum lagi informasi yang beredar di sosial media membentuk Gen Z yang bermental lemah, FOMO, dan kerap kali membandingkan kehidupan mereka dengan orang-orang yang dianggap lebih beruntung sehingga membuat mereka tidak bersyukur dan malah insecure.

Selain itu, Gen Z dikatakan sebagai generasi paling menderita karena dihadapkan dengan beragam persoalan, seperti biaya pendidikan yang mahal, dimana mereka menjadi korban komersialisasi pendidikan khususnya tingkat perguruan tinggi. Tidak sedikit ditemui mahasiswa yang kuliah sambil bekerja demi bisa menabung untuk membayar UKT dan menyelesaikan pendidikannya.

Gen Z juga menghadapi persaingan yang begitu keras dalam hal mendapatkan pekerjaan. Peluang kerja yang tersedia nyatanya tidak mampu menyerap semua tenaga kerja yang ada sehingga banyak dari kalangan Gen Z masih menjadi pengangguran.

Menjadi hal yang miris melihat fakta bahwa Gen Z sebagai kalangan pemuda yang memiliki potensi besar dalam membangun peradaban malah menjadi korban sistem sekuler-kapitalis hari ini. Dimana aturan kehidupan dipisahkan dengan aturan agama. Padahal, aturan agama Islam merupakan seperangkat aturan yang tidak hanya berisi perihal tata cara beribadah, tetapi mencakup seluruh lini kehidupan baik yang berkaitan dengan Allah, dengan alam sekitar dan sesama manusia, serta yang berkaitan dengan diri manusia itu sendiri.

Pemisahan agama dari kehidupan di sistem saat ini menjauhkan pemuda dari pemahaman Islam yang benar. Kehidupan liberal yang dijalani para pemuda membuat mereka terombang-ambing tanpa tujuan dan berakhir pada mental illness bahkan hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sebagaimana data WHO yang menyebutkan bahwa kasus tertinggi bundir terjadi dikalangan usia muda (nationalgheographic.grid.id, 31/7/24).

Exit mobile version