Opini

Gen Z Dalam Kubangan Hidup Materialistik, Produk Kapitalisme

109
×

Gen Z Dalam Kubangan Hidup Materialistik, Produk Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

Oleh Dewi Soviariani

Yang muda yang berprestasi, yang membawa perubahan. Begitu besar harapan terhadap mereka yang bergelar generasi muda. Gen Z istilah anak muda hari ini yang sayangnya berlabel negatif karena kurang produktif dalam membawa arus perubahan.

Bagaimana tidak, gen Z hari ini terjebak dalam gaya hidup hedonis yang cenderung materialistik. Kemajuan teknologi nyatanya tak berimbang dengan kesiapan hidup gen Z ini sendiri. Tidak sedikit dari gen Z yang malah tergerus oleh budaya FOMO (Fenomena Fear of Missing Out).

Sudah tak heran jika budaya FOMO ini bak virus yang menyerang kehidupan gen Z. FOMO merupakan gejala sosial yang timbul ketika seseorang tidak ingin ketinggalan dan tidak mau sendirian. Tren FOMO yang sedang di gandrungi ini faktanya justru malah menimbulkan kekhawatiran. Dampak negatifnya justru membuat para gen Z terjebak dalam berbagai jeratan hutang dan kriminalitas.

Seperti saat ini, viralnya boneka labubu sebagai ikon yang sedang tren dikalangan anak muda membuat mereka berbondong-bondong untuk memiliki boneka monster tersebut. Meskipun harganya selangit mereka tetap harus mendapatkannya. Fenomena ini menurut sosiolog Universitas Airlangga Nur Syamsiyah SSosio MSc mengatakan, daya tarik produk populer sering kali terletak pada nilai eksklusivitas, keterbatasan produksi, dan keterkaitannya dengan budaya pop yang memiliki basis penggemar.

Hal itu menciptakan persepsi bahwa memiliki Labubu berarti turut menjadi bagian dari tren global yang dipopulerkan sosok yang sangat diidolakan. (Jawa Pos, 11-10-2024). Tentunya dengan tekanan sosial dari lingkungan medsos ini, terus mendorong para gen Z berperilaku konsumerisme demi mendapatkan pengakuan dan tidak ketinggalan tren global.

Dari pengamatan Devie Rahmawati, seorang pengamat sosial. FOMO dapat menyebabkan dampak buruk. Menurutnya jika untuk mengejar perhatian para gen Z bisa menggunakan segala cara yang termasuk salah satunya dengan menggadaikan kehormaatan bahkan sampai urusan pidana dan melanggar hukum, hal ini yang menjadi masalahnya.

Dari data yang disadur oleh Kompas.com (11.10.2024). Tingkat adopsi layanan financial technology (fintech) oleh kalangan muda, milenial (kelahiran 1981 sampai 1996) dan generasi Z (kelahiran 1997 sampai 2012), terus meningkat. Berdasarkan laporan Lokadata.id, sebanyak 78 persen masyarakat generasi milenial dan gen Z telah menggunakan aplikasi fintech setiap harinya, termasuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital.

Tentunya ini adalah fakta yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam layanan pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup demi status sosial yang tak boleh ketinggalan. Terlihat bagaimana buruknya pengelolaan finansial gen Z yang harus besar pengeluaran dari pada pemasukan. Hal ini dipertegas berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), generasi milenial dan gen Z memang menjadi penyumbang utama kredit macet pinjaman online (pinjol). Pada Juli 2024, tingkat kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di perusahaan pinjol atau peer to peer (P2P) lending mencapai 2,53% secara year on year (YoY).

Jika dicermati budaya FOMO ini sendiri melanda gen Z disebabkan oleh pengaruh kehidupan sekuler kapitalisme yang berasal dari barat. Gen Z teraruskan kehidupan liberal yang hedonis. Mereka cenderung memaksakan diri untuk mengikuti tren yang sedang viral tanpa mengukur kemampuan. Menjadi konsumtif dan tidak memperhitungkan antara kebutuhan dan keinginan.

Semua kesenangan dunia sesaat mendominasi dan menjadi prioritas utama. Jebakan kapitalisme telah membuat kehidupan mereka semakin materialistik hingga ketergantungan pada hutang begitu dominan. Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan.

Para kapitalis sangat diuntungkan dengan adanya budaya FOMO ini. Mereka berlomba-lomba menciptakan produk yang bisa melejit dengan menggandeng selebgram serta artis terkenal agar para gen Z ini berbondong-bondong bersaing membelinya. Bahkan perusahaan pinjol serta lintah darat memberikan kemudahan akses pinjaman bagi gen Z untuk cepat memenuhi gaya hidup FOMO ini. Gen Z menjadi pasar yang menggiurkan bagi para pebisnis dan kapitalis.

Gen Z adalah korban kapitalisasi digital yang selalu menyajikan kehidupan glamor dan kemewahan. Flexing harta serta gaya hidup yang serba materialistik selalu tampil dalam konten yang mereka unggah. Media sosial membawa pengaruh yang cepat terhadap budaya FOMO.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *