Opini

Ganti Mentri, Ganti Kurikulum, Akankah Memperbaiki Generasi?

163
×

Ganti Mentri, Ganti Kurikulum, Akankah Memperbaiki Generasi?

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi

Ganti menteri, ganti kurikulum sudah menjadi pemahaman tersendiri di tengah masyarakat. Meskipun tidak semuanya berubah, namun ada saja yang diperbarui entah kurikulum atau kebijakan lainnya. Seperti saat ini sedang gencar diperbincangkan terkait kemungkinan perubahan kurikulum merdeka menjadi kurikulum deep learning oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, menteri baru yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih. Niat pemerintah terhadap rencana ini adalah untuk mengevaluasi kurikulum merdeka dan mengarahkan pendidikan menuju pendekatan baru yang lebih dalam dan berpusat pada keterlibatan siswa secara aktif.

Selain itu, kurikulum deep learning juga dimaksudkan untuk memperdalam pemahaman siswa dengan metode yang mengajak mereka tidak hanya memahami materi, tetapi juga menghayatinya melalui pendekatan mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.

Mindful learning adalah pembelajaran yang memperhatikan karakteristik unik siswa, sementara meaningful learning berfokus pada pemahaman mendalam tentang materi yang terkait erat dengan kehidupan nyata. Sedangkan joyful learning memprioritaskan lingkungan belajar yang mendukung kesenangan dan rasa penasaran. (Melintas.id, 9/11/2024)

Perubahan Kurikulum tidak Menjamin Kualitas Generasi

Perubahan kurikulum pendidikan yang berulang-ulang di setiap rezim, sampai saat ini belum mampu menunjukkan keberhasilannya di dunia pendidikan. Halbtersebut tercermin dari terwujudnya generasi yang berkualitas, cerdas, terampil, beriman, dan bertakwa sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan kurikulum baru, masyarakat menyambut dengan antusias dengan harapan akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik terutama bagi generasi.

Di sisi lain, bergantinya kurikulum menandakan ketidakjelasan visi dan misi pendidikan serta target output yang hendak dicapai dari kurikulum yang kerap berganti tersebut. Alasannya, untuk menyesuaikan perubahan global dan tuntutan dunia industri. Hal ini juga menandakan bahwa sistem pendidikan hari ini dirancang untuk menghasilkan output pekerja, alih-alih pemikir. Sehingga lebih fokus pada penguasaan skill, bukan mengukuhkan prinsip mendasar yang seharusnya melekat pada penuntut ilmu. Meski tidak dimungkiri bahwa penguasaan teknologi adalah sesuatu yang penting. Hanya saja, prinsip-prinsip mendasar pendidikan yang mencakup aspek moralitas/ketakwaan harus diperhatikan juga.

Jika kita cermati lebih mendalam, kurikulum yang kerap berganti-ganti pada dasarnya tidak jauh berbeda. Karena semuanya disandarkan pada paradigma yang sama, yakni kapitalisme sekularisme. Kapitalisme adalah paham yang menyandarkan segala sesuatu dengan materi dan keuntungan. Sementara sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paradigma inilah yang menjadikan visi dan misi pendidikan hanya mementingkan ambisi materi semata. Alhasil, sistem pendidikan yang berjalan hari ini apapun bentuk kurikulumnya, akan tetap mencetak generasi yang siap terjun di dunia kerja, namun minim adab, berpikir dan berperilaku bebas, bahkan berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *