By : Annisa J.B
Baru-baru ini trending hastag #janganjadidosen beredar di social media. Hastag yang trending tersebut merupakan bentuk keluh kesah dari para dosen akibat mendapatkan gaji minim. Sejalan dengan ini, hasil survey serikat pekerja kampus (SPK) mengungkapkan bahwa mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp.3 juta pada kuartal pertama 2023. Gaji yang diterimah tersebut termasuk gaji dosen yang sudah mengabdi selama lebih dari 6 tahun. Mirisnya lagi gaji dosen yang mengabdi di universitas swasta yang mendapat gaji lebih renda dari itu yakni dibawah Rp.2 juta. Tersebabkan hal itu, 76 % dosen harus mengambil langkah dengan pekerjaan sampingan, disisi lain 61 % dosen swasta merasa kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan beban kerja. (Tempo,co).
Ketua SPK Dhia al –uyun mengatakan bahwa para dosen selain menjalankan tri darma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian, para dosen juga masih harus melakukan professional service untuk proyek-proyek dikampus mereka. Lanjutnya, para dosen juga sering menjalankan jam kerja melampaui batas. Namun sayangnya kondisi ini justru di normalisasikan dengan istilah ‘’ pengamdian kepada institusi” .(Tempo,co)
Sangat disayangkan melihat kondisi ini, jika dilihat gaji yang diberikan untuk para dosen tidak seimbang dengan kebutuhan sehari-hari mereka, dan biaya-biaya lain. apalagi harga kebutuhan yang semakin menjulang tinggi. Yang akhirnya para dosen harus menambah pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan ini akhirnya menjadi dominant attention dibandingkan dengan tri darma perguruan tinggi.
Potret kegagalan kipitalis dalam menjaga kemuliaan pendidik.
Gaji dosen sebagai pendidik yang kecil tentu sangat memprihatinkan, karena menggambarkan rendahnya perhatian dan penghargaan negara atas profesi yang mempengaruhi masa depan bangsa. Kita tahu bahwasannya dosen atau guru merupakan suatu profesi mulia, yang menyebarkan ilmu dan membangun karakter mahasiswa sebagai agen of change/ agen perubahan dan calon pemimpin masa depan.
Inilah potret kegagalan kapitalisme dalam menjaga kemuliaan pendidik. Kapitalisme menggerus penghargaan atas jasa besar para dosen, karena prinsip materi sebagai suatu hal yang sangat berharga. Kenapa tidak, sifat kapitalisme adalah individualis, yang mementingkan kebahagian sendiri dengan materi sebanyak-banyaknya. Selain itu, jika dilihat lagi, untuk kenaikan gaji saja ataupun untuk mendapatkan tunjungan, para dosen harus bekerja ekstra dengan memenuhi setiap tugas agar bisa naik pangkat maupun naik gaji, apalagi harus dilengkapi dengan sertifikasi dan terbitan jurnal internasional. Sementara itu, biaya untuk melakukan penelitian dan terbitan jurnal terbilang cukup mahal. Alhasil dari penerapan kapitalisme, dosen hanya dianggap sebagai profesi, bukan sebagai pendidik calon pemimpin masa depan bangsa yang harus dihormati dan dijaga kemuliaannya.