Oleh : Sri Nawangsih
(Ibu Rumah Tangga)
Belakangan ini, muncul kontroversi terkait rencana pemberian izin usaha pertambangan (IUP) oleh pemerintah kepada ormas keagaman. Alasan pemerintah memberikan konsesi pertambangan kepada ormas atas dasar jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara, agar ormas mandiri serta izin usaha pertambangan tidak hanya dikuasai oleh perusahaan raksasa.
Sejumlah ormas keagamaan secara terbuka menolak. Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) termasuk yang menolak. Dari kalangan ormas Islam, baru PBNU yang menyatakan menerima tawaran konsesi tersebut karena alasan butuh.
Tentu perlu banyak pertimbangan tentang rencana ini, terutama dalam aspek kerusakan lingkungan. Selain soal kerusakan lingkungan, pemberian konsesi pertambangan dikhawatirkan menjadi alat pemerintah untuk mengambil hati ormas Islam dan tokoh-tokohnya. Akibatnya, para ulama ada di barisan kekuasaan. Hal ini membuat peran ulama yang seharusnya menjadi pengingat atas kebijakan yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan syariat Islam berubah menjadi bemper penguasa untuk menghadapi umat.
Rasulullah saw. terlah mengingatkan bahwa golongan yang menjadi penyebab terbesar kerusakan umat adalah para ulama yang menjadi fasik.
“Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama.” (HR Ahmad)
Sebab itu, Rasulullah juga mengingatkan para ulama agar berhati-hati dalam berinteraksi dengan penguasa.
“Waspadalah kalian terhadap pintu-pintu penguasa karena sesungguhnya hal itu akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan” (HR at-Thabarani dan al-Dailami)