Oleh : Yauma Bunga Yusyananda
( Member Ksatria Aksara Kota Bandung )
Belakangan ini, dua kasus tragis yang melibatkan anak membunuh orang tua mengguncang masyarakat Indonesia. Kasus pertama terjadi pada 30 November 2024 di Cilandak, Jakarta Selatan, di mana seorang remaja berusia 14 tahun, MAS, dengan brutal menyerang ayah, nenek, dan ibunya, menyebabkan ayah dan neneknya meninggal dunia, sementara ibunya terluka parah. Kasus kedua terjadi pada 1 Desember 2024 di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, di mana seorang anggota polisi, Nikson Pangaribuan (41), membunuh ibunya dengan menggunakan tabung gas 3 kg. (metrotvnews 03/12/2024 )
Kasus-kasus ini lebih dari sekadar tragedi pribadi, mereka mencerminkan masalah sistemik yang mendalam. Fenomena kekerasan yang dilakukan oleh anak terhadap orang tua bukanlah hal baru, melainkan sebuah indikasi dari persoalan yang lebih besar dalam masyarakat kita. Masalah ini tidak terjadi sekali dua kali, namun sering muncul sebagai dampak dari sistem yang telah merusak fitrah manusia, yang turut mengubah karakter masyarakat kita menjadi lebih terbiasa dengan kekerasan.
Ada banyak faktor yang saling berkaitan dalam munculnya kekerasan ini. Salah satu faktor utama adalah kegagalan sistem dalam menjaga kesehatan mental dan membina karakter generasi muda. Tidak sedikit anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh kekerasan, baik fisik, emosional, maupun seksual. Ketidakmampuan keluarga dalam menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat sering kali membuat anak-anak merasa frustrasi dan cemas, yang pada gilirannya memicu perilaku agresif dan kekerasan.
Namun, masalah ini diperparah oleh kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya. Salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Sistem pendidikan saat ini lebih fokus pada pencapaian akademik, tetapi kurang memberikan perhatian pada pembinaan karakter dan kesehatan mental generasi muda. Pendidikan yang tidak mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan cara mengelola emosi akan melahirkan individu-individu yang tidak siap menghadapi tantangan hidup dengan bijak. Mereka lebih rentan melakukan tindakan kekerasan karena tidak tahu cara mengatasi konflik atau emosi negatif dengan cara yang sehat.