Seharusnya, penguasa peduli dengan kondisi masyarakat karena mereka sejatinya adalah pelayan rakyat yang berkewajiban memenuhi kebutuhan rakyat, bukan demi pencitraan pribadi dan nafsu politik untuk berkuasa lagi. Namun, dalam sistem demokrasi memanglah demikian adanya, penguasa dan pencitraan bak saudara kembar yang tidak terpisahkan.
Berbeda dengan Islam yang memandang bahwa jalan merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang wajib terpenuhi dengan aman dan nyaman. Jalan merupakan fasilitas umum yang dapat digunakan oleh semua warga. Maka dalam sistem Islam, pemimpin akan bertanggung jawab penuh memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk membangun jalan yang dibutuhkan masyarakat. Islam menetapkan pembangunan jalan primer (jalan utama) yang dibutuhkan masyarakat pada prioritas utama. Negara akan mengambil pembiayaan pembangunan sarana umum termasuk jalan dari sumber baitul mal terutama pos hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan harta milik umum. Jika kurang maka akan diambil dari sumber lain seperti kharaj, jizyah, fai’, dan lain-lain.
Selanjutnya, Islam juga sangat memperhatikan kualitas dan kenyamanan jalan. Jalan utama akan dibangun dengan lebar yang memadai, menghilangkan berbagai hambatan yang menganggu di sisi jalan diantaranya berjualan di bahu jalan. Islam dengan penerapan aturannya secara kaffah juga tidak akan membiarkan adanya kerusakan jalan walau hanya lubang sekecil apa pun yang bisa membuat pengguna jalan terperosok.
Wallahualam bissawab.