Opini

Fatamorgana Kesejahteraan di Sistem Kapitalis

80
×

Fatamorgana Kesejahteraan di Sistem Kapitalis

Sebarkan artikel ini

Oleh: Amrillah Silviana, S.E.

(Entrepreneur Muslim)

 

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menghadiri KTT G20 Brasil pada 18 November 2024 lalu. Perhelatan yang diikuti 20 negara di dunia tersebut mengangkat tema “Fight against Hunger and Poverty”. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 dunia memiliki problem global yang sama. Prabowo menyebut bahwa isu kemiskinan dan kelaparan dianggap sebagai isu nasional. Pemerintah menyiapkan anggaran besar untuk sektor Pendidikan karena ia percaya bahwa Pendidikan akan mengeluarkan dari jerat kemiskinan. Selain itu ia juga yakin bahwa dalam empat tahun ke depan Indonesia akan memiliki ketahanan energi.

 

Sementara pada 22 November 2024, Badan Pusat Statistik merilis data terbaru angka kemiskinan di Indonesia. Dimana penyumbang prosentase terbesar dengan latar belakang profesi orang miskin di Indonesia adalah para petani. Baik memiliki lahan pertanian sendiri ataupun sebagai buruh tani. Data-data ini seolah menambah deretan kenyataan pahit tentang isu turunnya angka kelas menengah menjadi kelas bawah.

 

Apabila negara ini masih gagal paham mencari akar masalah kemiskinan maka solusi mengentaskan kemiskinan hanya akan menjadi angan-angan saja. Pemimpin yang silih berganti dengan berbagai latar belakang profil ternyata juga tidak mampu mengurai benang kusut penyebab angka kemiskinan terus naik setiap tahunnya. Program terbaru yang gagal yaitu food estate menambah daftar Panjang kegagalan demi kegagalan Upaya pemerintah menangani masalah kemiskinan dan kelaparan. Yang ada hanya menghamburkan anggaran tanpa hasil yang nyata.

 

Sejatinya akar masalah kemiskinan adalah akibat penerapan sistem kapitalisme. Dimana negara memposisikan diri hanya sebagai regulator bukan sebagai pengurus (raa’in). Ketika program yang dirancang pemerintah berbenturan dengan kepentingan pengusaha dan Undang-Undang yang melegalkan para pengusaha tersebut sudah tentu program untuk rakyat miskin ini akan terpinggirkan atau tidak akan dijalankan dengan maksimal.

 

Jika penyumbang terbesar angka kemiskinan adalah sektor pertanian maka semestinya pemerintah memberikan perhatian besar terhadap masalah-masalah di sektor pertanian. Sementara Kapitalisme menyebabkan kapitalisasi sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Pupuk mahal, sarana produksi pertanian tak terjangkau petani, sehingga petani kesulitan melakukan produksi. Pembangunan jor-joran tanpa adanya perbaikan drainase menyebabkan banjir yang menerjang lahan pertanian walhasil petani merugi. Belum lagi kran impor sembako yang massif membuat para petani kalah saing bahkan impor tersebut dilakukan ketika panen raya. Oleh karena itu tak berlebihan jika dikatakan bahwa kemiskinan terjadi justru tersistematis.

 

Negara dengan sistem kapitalisme menetapkan sumber daya alam yang jumlahnya melimpah memungkinkan dikelola oleh swasta dengan hanya membagi sedikit keuntungannya kepada negara. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam undang-undang penanaman modal dan undang-undang minerba. Keuntungan yang banyak hanya akan berputar pada segelintir orang saja yakni para pengusaha swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sementara nasib rakyat kecil semakin terpuruk, jatuh ke jurang kemiskinan yang begitu dalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *