Oleh : Ummu Haritsah
Kita hidup di Negara merdeka yang memiliki semua SDAE. Hasil Bumi apa yang tidak kita miliki, kita pernah swasembada Beras, Rempah kita masuk dalam jalur Sutra, hasil laut melimpah ruah. Belum lagi hasil bumi berupa tambang. Buton adalah salah satu penghasil aspal terbesar di dunia.
Namun, Ibarat Tikus mati di lumbung padi. Sulitnya kehidupan kini tak mencerminkan apa yang Indonesia miliki. Harga barang kian hari kian naik, daya beli menurun, sulitnya mengakses pelayanan publik yang prima (Layanan kesehatan, transportasi publik, Pendidikan, administrasi negara) terlebih lagi sulitnya mencari pekerjaan adalah sekian derita rakyat Indonesia.
Indonesia akan berada dalam bonus demografi di mana masyarakatnya berada dalam usia produktif yang sangat banyak. Jika SDMnya secara kuantitaf melimpah namun secara kualitatif belum menemukan titik terbaiknya, maka bonus demografi yang menjadi puncak di tahun 2045 akan sia-sia.
Gen Z yang diharapkan bisa menjadi penyelamat ekonomi mengalami ujian dalam mengaktualisasikan pendidikan dan kemampuan yang ia punya. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan membuat ekonomi menjadi semakin sulit.
Bagaimana bisa?
Kita memang memiliki SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) di bumi pertiwi, namun sayang bukan kita pemiliknya. Mayoritas kepemilikian sektor-sektor Industri Hulu dan Hilir dimiliki Oleh swasta yakni Asing dan Aseng.
Negara Indonesia menerapkan sistem pembukaan keran investasi yang luas dalam hal pengelolaan sumber daya Alam yang kita miliki. Tambang Batubara, Nikel, Aspal bahkan Emas kini dimiliki oleh Asing. Produk-produk olahan Tambang seperti Minyak bumi di kelola perusahaan swasta dan di jual di tanah air. Maka tak heran ekonomi semakin sulit.
Dengan kepemilikan Asing dan Aseng menyebabkan intervensi negara kecil jumlahnya dalam hal kebijakan perusahaan tersebut. Staff “Putra Daerah” hanyalah slogan yang kuantitasnya kecil dalam hal penyerapannya.
Negara Indonesia mendukung penuh sektor ekonomi non rill, sedangkan ekonomi rill lah yang akan membuka lapangan pekerjaan yang luas.
Bukan karena SDM kita tak berkualitas karena salah pilih jurusan hanya kesempatannya saja yang sempit.