Opini

Dokter Asing Penting Demi Apa?

319
×

Dokter Asing Penting Demi Apa?

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

 

Beberapa waktu yang lalu, kabar pemecatan Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG(K). sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) hiasi jagat media. Saat dikonfirmasi, Prof. BUS menyatakan dirinya dipanggil oleh Rektorat Unair pada Senin (1-7-2024) untuk mengklarifikasi pernyataannya yang menolak program dokter asing di Indonesia. Sedangkan keputusan pemberhentian ia terima Rabu (3-7-2024). Adapun pernyataan penolakan dokter asing itu Prof. BUS sampaikan saat diwawancarai oleh awak media pada Kamis (27-6-2024).

Alasan Prof BUS merespons dengan tegas penolakan rencana Menkes mendatangkan dokter asing ke Tanah Air adalah karena ia yakin 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu meluluskan dokter-dokter berkualitas. Bahkan kualitasnya ia yakini tidak kalah dengan dokter-dokter asing. Menurutnya pula, semua dokter di Indonesia layak untuk tidak rela jika dokter asing bekerja di negeri ini. Sebab, lanjutnya, kita mampu untuk memenuhi dan menjadi dokter tuan rumah di negeri sendiri.

Namun tidak lama setelah itu beliau kembali ke posisinya semula sebagai Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur. Hal itu diumumkan oleh Rektor Unair M. Nasih dan didampingi Budi di Kampus C Unair, Surabaya, Selasa (9/7). Nasih mengembalikan posisi Budi setelah menerima surat klarifikasi dan keberatan dari yang bersangkutan. (CNN Indonesia, 10-07-2024).

Di luar pembahasan dipecat dan diangkat kembali dekan tersebut, ada yang lebih penting kita pahami bersama yaitu keberadaan dokter asing. Sepenting itu kah menghadirkannya?

*UU Kesehatan Berpihak pada Cuan*

Mari kita cermati bersama, adanya pengesahan UU Kesehatan (2023) yang menjadi biang kerok perekrutan dokter asing berpraktik di Indonesia. Dalam pasal 248 Ayat (1) UU Kesehatan dinyatakan bahwa WNA yang bisa praktik di Indonesia hanyalah tenaga medis spesialis dan subspesialis, serta tenaga kesehatan tingkat kompetensi tertentu yang telah mengikuti evaluasi kompetensi.

Pasal lainnya, yaitu Pasal 251 mengatur bahwa mereka bisa praktik di Indonesia jika terdapat permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan, untuk alih teknologi dan ilmu pengetahuan, serta untuk jangka waktu paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang satu kali hanya untuk dua tahun berikutnya.

Terkait WNA lulusan dalam negeri dapat melaksanakan praktik sebagai tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia dengan syarat memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai dokter dan Surat Izin Praktik (SIP). Mereka juga dapat melakukan praktik atas permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan pengguna dengan batasan waktu tertentu.

Menelisik seluruh aturan tersebut ada tanya yang tak tertahan. Sebegitunyakah peluang dokter asing di negeri ini? Kurangkah tenaga dokter di negeri ini?

*Menelusuri Jejak Dokter di Negeri yang Dikapitalisasi*

Ada baiknya memang kita telusuri keberadaan dokter pribumi di negeri ini. Dari data WHO (2019), rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,47 per 1.000 penduduk, padahal standar WHO yakni 1,0 per 1.000 penduduk. Peringkat ketersediaan dokter spesialis di Indonesia pun berada pada urutan ke-147 di dunia. Jika diperinci lagi, Indonesia masih kekurangan dokter umum sebanyak 124.000 orang dan 29.000 orang dokter spesialis. Sedangkan saat ini, Indonesia baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis setiap tahun.

Data di atas menguatkan legitimasi bagi pemerintah untuk merekrut dokter asing. Apalagi konten UU Kesehatan yang berkenaan dengan perekrutan dokter asing juga tidak berpihak pada dokter lokal. Namun, rasanya terlalu klise jika alasan perekrutan dokter asing hanya dalam rangka memenuhi kurangnya kebutuhan dokter di Indonesia.

Keberadaan Indonesia sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), di mana semua anggota WTO juga menjadi anggota GATS (General Agreement on Trade in Services) dan tujuan GATS adalah memperluas tingkatan liberalisasi pada dua belas sektor jasa (sektor bisnis, keuangan, konstruksi, kesehatan, pendidikan, transportasi, distribusi, lingkungan, pariwisata, olahraga dan budaya, jasa lainnya, dan jasa komunikasi) melapangkan kapitalis meraih profit.

Dengan demikian wajarlah kapitalisasi di sektor kesehatan menyebabkan tata kelola dan pelayanan kesehatan menjadi lahan bisnis dari pemerintah kepada rakyatnya. Bisnis kesehatan membuat kualitas layanan medis menjadi bahan persaingan. Perekrutan dokter asing pun dianggap menjadi unsur penting dalam rangka mendongkrak cuan. Semua ini berdampak pada keberadaan dokter lokal. Tidak dimungkiri lagi dokter pribumi tersingkir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *