OpiniOpini

Dilema Magang Di Era Materialisme Jadi Warisan Sistem Kapitalis

131

 

Oleh: Jelvina Rizka

 

Di era materialisme yang kental dengan logika untung-rugi, program magang sering dipromosikan sebagai solusi untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing generasi muda. Namun, di balik narasi indah tersebut, magang dalam sistem kapitalis tak jarang berubah menjadi ajang eksploitasi. Para pemagang diposisikan sebagai tenaga kerja murah—bahkan gratis—yang bekerja keras demi keuntungan perusahaan, sementara hak-hak mereka sering diabaikan. Fenomena ini mencerminkan warisan dari sistem kapitalisme yang menempatkan keuntungan materi di atas nilai kemanusiaan, sekaligus menegaskan bagaimana sistem sekuler gagal melindungi generasi muda dari eksploitasi terselubung.

 

Dikutip dari tirto.id – Bareskrim Polri mengungkapkan data penindakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama satu bulan terakhir. Total, 397 kasus TPPO dapat diungkap Satgas TPPO Polri selama satu bulan terakhir. “Bareksrim Polri beserta Polda jajaran dan instansi terkait, sepanjang periode 22 Oktober sampai 22 November 2024, telah berhasil mengungkap jaringan TPPO sebanyak 397 kasus, 482 orang tersangka, dan berhasil menyelamatkan 904 korban TPPO,” ungkap Kabareskrim, Komjen Wahyu Widada, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2024). Dia menjelaskan, terdapat empat modus yang digunakan para tersangka untuk menjalankan aksinya, yaitu mengirim pekerja migran Indonesia (PMI) secara illegal untuk dijadikan pekerja rumah tangga (PRT). Selanjutnya, mengeksploitasi anak maupun dewasa untuk dijadikan pekerja seks komersial (PSK).

 

Sistem pendidikan kapitalis dan sekuler telah membajak potensi mahasiswa dengan mengarahkan mereka menjadi roda penggerak ekonomi daripada pribadi yang berdaya dan berkarakter. Alih-alih membentuk generasi yang berorientasi pada kontribusi sosial dan kebaikan kolektif, sistem ini justru menekankan nilai pasar, di mana keterampilan dihargai sejauh mereka menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Pendidikan lebih sering menjadi alat untuk mencetak tenaga kerja murah ketimbang mencetak pemimpin berintegritas. Akibatnya, mahasiswa terjebak dalam pola pikir pragmatis yang berorientasi pada materi, kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi potensi diri secara lebih holistik.

 

Pengaruh sistem sekuler yang mendominasi dunia pendidikan terlihat dari hilangnya nilai-nilai moral dan spiritual dalam proses pembelajaran. Penekanan pada rasionalitas dan kebebasan individu tanpa diimbangi panduan etika yang komprehensif telah menciptakan generasi yang teralienasi dari prinsip-prinsip kemanusiaan. Hal ini melahirkan kesenjangan sosial, di mana hanya mereka yang memiliki akses lebih besar terhadap modal pendidikan yang mampu bertahan dan “berhasil” dalam kompetisi kapitalistik. Dalam kondisi ini, mereka yang kurang beruntung semakin terpinggirkan, memperparah ketidakadilan struktural dalam masyarakat.

 

Kondisi ini terjadi karena kegagalan negara dan para pemimpin dalam menjamin kesejahteraan dan keadilan melalui sistem pendidikan yang menyeluruh dan berbasis nilai. Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme cenderung menyerahkan tanggung jawab pendidikan kepada mekanisme pasar, mengabaikan peran utama pendidikan sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa secara merata. Padahal, pendidikan yang benar seharusnya menjadi instrumen strategis untuk menciptakan generasi yang unggul secara intelektual, moral, dan spiritual. Tanpa penerapan sistem yang adil dan menyeluruh, pendidikan hanya akan menjadi alat untuk mempertahankan status quo, alih-alih membangun peradaban yang lebih baik.

 

Berbeda dengan realitas kapitalisme saat ini, pada masa kekhilafahan Islam, pendidikan dan pengembangan potensi individu dipandang sebagai hak mendasar yang harus dijamin negara tanpa melihat status sosial atau ekonomi warganya. Sebagai contoh, pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, institusi seperti Baitul Hikmah didirikan untuk menyediakan pendidikan gratis dan akses ke ilmu pengetahuan bagi semua lapisan masyarakat. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada dunia kerja, tetapi juga bertujuan membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berkontribusi bagi kemaslahatan umat.

 

Exit mobile version