Opini

Dilema Magang dalam Sistem Kapitalisme

136
×

Dilema Magang dalam Sistem Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

 

Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi

Belum lama ini, Polda Sulawesi Selatan mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan 77 mahasiswa di Kota Makassar, pada Jumat, 22 November 2024. Para mahasiswa yang menjadi korban tersebut diduga dijerat melalui program kerja musim liburan atau yang dikenal dengan istilah ferienjob di Jerman. Menurut keterangan Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), para korban dijanjikan akan dipekerjakan sesuai dengan program bidang studinya di Jerman. Namun setelah mereka tiba di Jerman, ternyata tidak dipekerjakan sesuai bidang studinya. Akan tetapi malah dijadikan sebagai pekerja kasar. Hal ini terungkap berawal dari empat laporan polisi yang diterima Polda Sulsel.

Menurut Direktur Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti, program ferienjob digunakan sebagai kedok untuk mengirim mahasiswa ke Jerman, terutama pada waktu libur kuliah, yakni pada bulan Oktober, November, dan Desember. Di mana biasanya salah satu perusahaan bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi untuk merekrut dan membawa mahasiswanya ke Jerman untuk dipekerjakan, termasuk kampus yang ada di Makassar. (Beritasatu.com, 23/11/2024)

Untuk mendalami kasus tersebut, Polda Sulsel menaikkan status kasus 77 mahasiswa di Makassar yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus ferienjob di Jerman ke tahap penyidikan. Saat ini pihaknya mulai melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan dan kampus yang bekerja sama. (Kompas.com, 24/11/2024)

TTPO Berkedok Magang

Kasus TPPO berkedok magang Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka (MBKM) bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pada Maret 2024, Bareskrim Polri mendapati sebanyak 1.047 mahasiswa yang menjadi korban TPPO dengan modus yang sama. Program ini dijalankan oleh 33 Universitas di Indonesia dan diberangkatkan oleh tiga agen tenaga kerja yang berbeda di Jerman. Sementara sosialisasi magang tersebut dilakukan oleh PT CVGEN dan PT SHB. PT SHB selaku perekrut menjalin kerjasama dengan kampus dan menyatakan bahwa program magang tersebut termasuk dalam Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. (CNN.Indonesia.com, 24/3/2024)

Jika dicermati, program magang seperti di atas sejatinya merupakan bentuk eksploitasi terhadap mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya melakukan praktek langsung ke lapangan untuk mengasah keterampilan sesuai bidang studinya dan mencari pengalaman, nyatanya malah disalahgunakan pihak tertentu hingga menjadi korban TTPO. Anehnya, selama itu pula tampaknya belum ada kebijakan yang dapat melindungi mahasiswa dari eksploitasi ini. Bahkan di tengah pemberlakuan kurikulum MBKM, program magang semakin diminati mahasiswa. Karena selain mendapatkan pengalaman kerja, program ini juga dapat dikonversikan dengan perkuliahan selama kurang lebih satu semester atau 20 SKS. Selama mengikuti program tersebut mahasiswa tidak perlu mengikuti pembelajaran serta ujiannya, jika telah mengikuti program magang sesuai bidang studinya dan beberapa ketentuan lainnya.

Selain itu, program magang juga dianggap mampu meningkatkan eksistensi mahasiswa agar mudah direkrut oleh perusahaan besar. Padahal magang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi pelajar atau mahasiswa, bukan untuk bekerja.

Namun, di bawah penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalisme apapun dapat dilakukan jika ada manfaat di sana. Karena sistem pendidikan kapitalisme di negeri ini berorientasi pada kesiapan peserta didik untuk terjun di dunia kerja, meskipun dengan gaji yang rendah, bukan sebagai pemikir yang berjiwa pemimpin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *