Lisa Agustin
Pengamat Kebijakan Publik
Mega proyek Ibu Kota Negara (IKN) masih terus berlangsung, dikutip dari laman web voaindonesia.com, U.S. Trade and Development Agency (USTDA) atau Badan Perdagangan dan Pembangunan AS, telah memberikan hibah kepada Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN), untuk mendukung pengembangan pusat komando terpadu, pengelolaan infrastruktur kota pintar di ibu kota baru Indonesia, Nusantara.
Hibah tersebut akan mendanai proyek percontohan untuk mendemonstrasikan solusi teknologi dari tujuh perusahaan AS, dukungan USTDA untuk mengembangkan proyek pusat komando terpadu ini merupakan contoh komitmen teguh untuk memperdalam kemitraan AS-Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia. (1/10/2024)
Sebagai negara yang terikat dengan hubungan kerjasama internasional, wajar Indonesia menjadi target program global dalam bentuk apa pun. Termasuk menjadi target penerima hibah pembangunan smart city. Hanya saja melakukan pembangunan dengan menerima hibah dari perusahaan asing, sungguh sangatlah beresiko bagi kedaulatan suatu negara, terlebih pembangunan Ibu kota.
Dan ternyata pemberi hibah berasal dari Agency Amerika Serikat (AS), sang adidaya penganut ideologi kapitalisme sekuler, seperti yang lazim terjadi no free lunch, tidak ada makan siang gratis, hibah yang diberikan oleh AS, pastinya bukan tanpa maksud.
Dalam sistem kapitalisme sekuler, hibah bisa menjelma menjadi alat penjajahan gaya baru, hal ini semakin memperkuat cengkeraman AS atas Indonesia melalui infrastruktur digital yang berkaitan dengan aspek-aspek lainnya seperti ekonomi dan pertahanan.
Akhirnya Indonesia akan semakin lemah karena ketergantungan terhadap asing dan kedaulatan negara pun terancam, sedikit demi sedikit kewenangan mengatur rakyat akan dipengaruhi oleh kepentingan asing, konsekuensinya, berbagai kebijakan yang pemerintah rumuskan kian tidak berpihak pada rakyat, bahkan rakyat akan menjadi tumbal kebijakan global yang anti dengan Syariat Islam.
Ibu Kota Negara dalam Islam
Pembangunan negara sejatinya membutuhkan kekuatan dan kemandirian. Kalaupun harus menerima hibah, negara harus memastikan bahwa hibah tersebut bukanlah alat untuk mendikte negara. Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna, memiliki paradigma yang khas dalam membangun hubungan kerjasama dengan luar negeri, dalam konteks kenegaraan, Islam membagi negara menjadi dua.
*Pertama* , negara Islam (Darul Islam) yaitu negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam pengaturan dalam dan luar negerinya, dan keamanan ada di tangan kaum muslimin. *Kedua* , negara kafir (Darul Kufur) yaitu negara yang tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam pengaturan urusan dalam dan luar negerinya.
Dalam hubungan kerjasama dengan negara kafir, Islam membedakan kafir menjadi tiga kelompok sesuai dengan sikap mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, setiap golongan memiliki hukum dan perlakuan yang berbeda, dalam hal ini AS adalah negara kafir harbi fi’lan, sebab secara nyata telah memerangi Islam dan kaum muslimin, bahkan sampai saat ini terus mendanai Israel untuk memerangi kaum muslimin di Palestina.