Opini

Di Balik Mundurnya Kepala Otorita IKN yang Penuh Misteri

696
×

Di Balik Mundurnya Kepala Otorita IKN yang Penuh Misteri

Sebarkan artikel ini
Badai PHK Massal Imbas Resesi Global
nusantaranews.net

Oleh Nur Fitriyah Asri
Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif

 

Megaproyek IKN warisan Presiden Jokowi, sejak awal sudah menimbulkan kontroversi. Apalagi dengan mundurnya Kepala Otorita IKN Bambang Susantono dan wakilnya Dhony Rahajoe pada 3/6/2024, media asing turut menyoroti polemik yang tengah terjadi. Seolah semua ini menjadi misteri yang menimbulkan spekulasi di tataran publik.

Dikutip dari Tempo..co, (3/6/2024), buntut mundurnya Bambang dan Dhony menjadi polemik. Pada saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung DPR, Jakarta Pusat, (5/6/2024), Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan buka suara, “Mengenai IKN tidak ada masalah, yang bermasalah itu pada pimpinannya tersebut.” Luhut menegaskan bahwa investasi dan pembangunan IKN tidak ada hambatan jalan terus, ungkapnya.

Di lain pihak, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia pada saat rapat dengan Komisi VI di Gedung DPR RI, Jakarta pada (11/6/2024), mengakui belum ada investor asing yang menanamkan modalnya di IKN dan selama ini pembangunan IKN menggunakan dana APBN. Sebagaimana hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total dana APBN hingga 2024 yang dikucurkan untuk pembangunan IKN hampir menembus Rp75,4 triliun atau 16,1% dari total anggaran sekitar Rp466 triliun. Adapun Menkeu Sri Mulyani menyampaikan bahwa dana APBN sisa Rp17 triliun ini pun akan habis.

Adapun temuan BPK lainnya, yakni persiapan pembangunan infrastruktur IKN belum memadai karena terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan. Bahkan, sebanyak 2.085,62 hektare masih dalam penguasaan pihak lain. Juga kurangnya pasokan material, peralatan kontruksi, kurangnya pasokan air, dan lainnya.

Dengan mundurnya Kepala dan Wakil Otorita IKN menunjukkan ada permasalahan serius. Alhasil, tidak sedikit para ahli yang memprediksi IKN akan berakhir mangkrak. Namun, Presiden Jokowi optimis IKN akan selesai. Begitu ambisiusnya, sebenarnya IKN itu untuk siapa? Jika benar akan mangkrak, siapakah yang patut dipersalahkan? Serta siapa yang dirugikan?

Sistem Rusak Menghasilkan Kerusakan

Para ahli menilai, penyebabnya adalah perencanaan yang kurang matang. Hal ini, dapat dilihat dari pembahasan RUU IKN yang tergesa-gesa hanya 43 hari, lalu disahkan DPR menjadi UU pada (18/1/2022) dini hari. Aneh! Padahal menuai banyak kritikan, seperti pada saat negara kesulitan menghadapi pandemi Covid-19, terkait sumber dana, dan lainnya. Sayangnya DPR menutup mata dan telinga. Seharusnya DPR dipilih itu untuk mewakili aspirasi rakyat, dengan tiga fungsi utama, yakni fungsi legislasi (membuat undang-undang), anggaran, dan pengawasan.

Lihat saja fungsi DPR sebagai legislasi, justru memihak pada pemilik modal, mengapa? Karena anggota DPR sebagian besar (54%), adalah pengusaha dan menjadi petugas partai, bukan wakil rakyat.

Hal ini signifikan dengan hasil temuan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang menyebutkan pemilik 162 konsensi (hak guna usaha) tambang di IKN adalah sejumlah tokoh terafiliasi partai politik. Mereka adalah para politisi nasional dan lokal beserta keluarganya yang memiliki industri seperti tambang batu bara, sawit, kayu, pembangkit listrik batu bara dan PLTA berskala raksasa, dan pengusaha properti.

Di antaranya ada Sukanto Tanoto, pemilik 48 ribu hektare tanah di IKN. Pengusaha dan pejabat di lingkaran Jokowi juga menguasai ribuan hektare lahan. Luhut Panjaitan tercatat memiliki 15.721,21 ha tanah (tambang dan sawit), Prabowo Subianto dan adiknya Hashim Djojohadikusumo, Surya Paloh, Hary Tanoesoedibjo, Yusril Ihza Mahendra, dan masih banyak nama lainnya. Mereka bekerja sama dengan tujuh perusahaan terkenal yang menjadi penerima manfaat megaproyek IKN. Intinya, IKN dikelilingi oleh korporasi dan oligarki. Akibat kerakusannya terjadi deforestasi (penebangan hutan) yang mengakibatkan banjir, kebakaran hutan, sulitnya air bersih, penggusuran, dan lainnya.

Pada awalnya, Presiden Jokowi berjanji untuk pendanaan proyek IKN tidak mengambil APBN, nyatanya bohong. Bukankah APBN itu uang milik rakyat dari hasil penarikan pajak? Jika dipakai untuk pendanaan proyek IKN artinya, memindahkan duit rakyat (APBN) ke oligarki, tentu saja APBN defisit. Lebih tepatnya proyek IKN untuk memperkaya rezim oligarki dan memiskinkan rakyat. Lalu di manakah fungsi DPR sebagai pengawas pemerintahan? Ironisnya, malah mendukung dan kongkalikong karena ada manfaat bersama.

Sungguh miris nasib bangsa ini, nyatanya sumber APBN sendiri dari utang dan pajak. Rezim tidak lagi memedulikan APBN defisit karena utang sebagai solusinya. No problem, toh yang membayar utang adalah rakyat dengan dipalak melalui pajak. Dampaknya, tentu saja menjadikan negara tidak berdaulat. Contohnya, utang ke China tentu ada syaratnya, tidak ada makan siang gratis. Seperti, pembangunan IKN dan pengawasannya oleh Luhut atas persetujuan Presiden Jokowi diserahkan ke China. Bahkan, yang terbaru adanya kerja sama sejuta lahan padi. Inilah bentuk penjajahan ekonomi dan politik yang mengancam keamanan negara.

Demokrasi Melahirkan Oligarki dan Rezim Zalim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *