Oleh Ika Saraswati
Pegiat Literasi Dakwah
Pada hari Rabu, 4 September 2024 menjadi hari di mana pemimpin Gereja Katolik dunia, Paus Fransiskus menyampaikan pidato tentang perdamaian saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka.
Kehadirannya disambut begitu hangat, gembira dan antusias oleh Presiden, para tokoh-tokoh agama, pejabat negara, hingga masyarakat biasa. Bahkan kunjungannya dianggap sebagai momen bersejarah, tidak hanya bagi umat katolik, tapi juga bagi umat muslim Indonesia.
Dalam pidatonya, Paus Fransiskus membahas toleransi bangsa Indonesia ditengah keberagaman. Perlu diketahui, sebelum kunjungan Paus ke Indonesia, pemerintah mengimbau azan magrib di TV diganti running text (teks berjalan) saat Paus Fransiskus memimpin Misa akbar yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Ironinya, imbauan tersebut direspon positif dan dianggap wajar oleh para pemimpin, kalangan mahasiswa muslim dan masyarakat muslim.
Paus Fransiskus juga menyampaikan kekaguman terhadap Indonesia sebagai negara yang mampu menjaga persatuan di tengah keberagaman. Bagaimana tidak, dikutip dari Jakarta, KOMPAS.com (Rabu, 04 September 2024). Dalam menyambut kunjungan Paus Fransiskus, sebanyak 33 tokoh muslim Indonesia meluncurkan buku berjudul “Salve, Peregrinas Spei” yang berarti “Salam Bagimu, Sang Peziarah Harapan.”
Tidak hanya Presiden Joko Widodo, Imam Masjid Besar Istiqlal, Nasaruddin Umar pun memperlihatkan kedekatannya dengan Paus Fransiskus. Dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (05 September 2024) – Paus disambut di Masjid Istiqlal oleh kelompok perkusi yang sering digunakan dalam upacara-upacara Islam, mereka berdua duduk mendengarkan sebuah petikan dari Al-Qur’an yang dibacakan oleh seorang gadis muda yang buta dan sebuah petikan dari Alkitab.
Umat Islam seharusnya paham dan kritis terkait bahaya toleransi dan moderasi beragama yang dibawa oleh Paus. Pasalnya dalam Islam, toleransi dalam kehidupan beragama memiliki aturan baku dan jelas yang terikat hukum syarak. Tidak heran, dalam sistem sekuler yang diterapkan negera saat ini agama dijauhkan dari kehidupan. Masyarakat makin dibuat lumrah dengan toleransi kebablasan yang ditunjukkan oleh para pejabat negara.
Toleransi dengan orang kafir tidak boleh mengurangi keyakinan terhadap Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran:19, Allah Swt. berfirman :