Oleh: Cucu Juariah
(Aktivis Dakwah)
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut Peraturan KPU tentang batas usia calon kepala daerah, okezone.com, (02 Juni 2024)
Tentang batas usia minimal 30 tahun untuk calon Gubernur, dan 25 tahun untuk calon wakil gubernur.
MA memutuskan penggantian frasa “terhitung sejak penetapan Pasangan Calon” diubah menjadi “terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih”.
Ini tentu menguntungkan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk maju di Pilkada 2024.
Karena saat ini Kaesang baru berusia 29 tahun (lahir 25 Desember 1994) dan baru genap berumur 30 tahun Desember mendatang, sedangkan pilkada serentak diadakan pada November 2024.
Keputusan ini banyak dikaitkan oleh warganet dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang juga memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden pada Pemilu 2024 Februari lalu.
Warganet pun mulai memplesetkan singkatan MK menjadi Mahkamah Kakak, dan MA sebagai Mahkamah Adik.
Fakta Wajah Demokrasi Saat Ini
Sebenarnya, kita tidak perlu heran ketika terjadi politik dinasti dalam sistem demokrasi. Sebab slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dalam sistem demokrasi, pada prakteknya memang tidak akan pernah berpihak pada rakyat.
Kekuasaan yang seharusnya mengatur dan digunakan untuk mengurus urusan
rakyat, nyatanya dalam sistem demokrasi hanya akan diprioritaskan untuk mengurus kepentingan pribadi, kroni, dan keluarga saja.
Saling berebut kekuasaan, juga saling melemparkan tanggung jawab sudah menjadi ciri khas dari sistem demokrasi. Hal ini sudah seharusnya disadari oleh rakyat Indonesia, sebelum keadaan semakin bertambah buruk.