Oleh Hasna F.K
Pegawai Swasta
Ribuan demonstran berkumpul di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat (DPR/MPR) di Senayan, Jakarta untuk menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Mereka menilai bahwa revisi ini akan membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada.
Para demonstran tersebut berasal dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk buruh, mahasiswa, dan beberapa komika, yang mendesak pemerintah dan anggota legislatif untuk mematuhi keputusan MK yang dikeluarkan pada Selasa (20/8) lalu. Keputusan MK tersebut menyatakan bahwa partai politik atau koalisi partai politik peserta pemilu dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). (www.voaindonesia.com, 23/8/2024)
Sungguh memprihatinkan negeri ini, rakyat terus hidup menderita akibat kebijakan politik yang dilegalkan penguasa. Penguasa tidak mengurus rakyat dengan benar dan tidak fokus memberikan solusi atas kebutuhan rakyat. Giliran rakyat bergerak untuk memprotes penguasa, penguasa justru menutupi aibnya. Masyarakat beranggapan negara telah melanggar konstitusi, tatkala DPR menganulir keputusan MK terkait ambang batas parlemen dan batas usia calon kepada daerah.
Demokrasi Biang Kerusakan
Dengan kondisi tersebut, sejatinya umat mulai merasakan keresahan dengan apa yang berlaku di negeri tercinta ini. Sayangnya, gejolak pergerakan umat belum berlandaskan pada pemahaman yang benar atas akar masalah dan solusi yang harus diambil, karena masih bersandar pada demokrasi yang sejatinya menjadi penyebab kerusakan saat ini. Hal itu wajar, karena rakyat, terbiasa dalam sistem demokrasi senantiasa berfikir pragmatis dan tidak mendalam. Rakyat dibuat susah memenuhi kebutuhan pokok maupun kebutuhan publiknya. Akhirnya rakyat hanya akan berfikir bagaimana mereka bisa makan untuk hari esok agar bisa bertahan hidup, sehingga kesadaran politik mereka juga rendah.
Hal ini, menjadi momok mengerikan, karena rakyat pada akhirnya tidak memahami hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya. Alih-alih menjadi solusi, demokrasi yang berasal dari sistem kapitalisme ini justru memperdalam krisis, merusak tatanan sosial, dan mengabaikan hak-hak asasi manusia.