Opini

Deflasi Melanda, Rakyat Merana

73

Oleh Wiwin

Aktivis Muslimah

 

Penurunan Kelompok Middle Income

Kanal ekonomi dan bisnis Ketik.co.id (19/9/2024) melaporkan kekhawatiran Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana akan terjadinya fenomena penurunan persentase jumlah kelompok warga berpenghasilan menengah (middle income). Para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) disarankan untuk menjaga kualitas produk agar mampu bersaing di pasar global (internasional). Juga harus mampu bersaing dengan produk dari perusahaan raksasa.

Kelompok Middle Income adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan US$ 5000/ tahun atau sekitar Rp6 juta/bulan. Mereka umumnya berpendidikan sarjana, memiliki pekerjaan tetap, namun tidak kaya. Di Kab. Bandung kelompok Middle Income ini cukup banyak, yaitu 60.43% dari jumlah penduduk.

Adanya penurunan kelompok Middle Income berarti terjadi pergeseran kelompok ekonomi menengah ke kategori miskin. Hal ini sejalan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan terjadi peningkatan angka kemiskinan di Indonesia, dari 9.8% pada tahun 2023, menjadi 11.5% pada tahun 2024 (Media Umat edisi 368).

Pujo Nugroho, seorang pegiat di Majelis Bengkel Pengusaha, menyatakan bahwa Indonesia sejak Mei sampai September 2024 mengalami deflasi atau kondisi terjadinya penurunan umum harga barang dan jasa selama periode waktu tertentu. Deflasi berperan besar menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat. Deflasi menyebabkan terjadinya pemiskinan sistemik di Indonesia.

Waspada Deflasi

Sepintas lalu, deflasi seperti menguntungkan konsumen sebab harga barang dan jasa menurun, namun untuk jangka panjang, deflasi akan melemahkan perekonomian negara. Mengapa?

Deflasi menunjukkan terjadinya penurunan permintaan barang dan jasa atau adanya produksi yang melebihi permintaan konsumen. Dengan kata lain, terjadi penurunan daya beli masyarakat, sementara jumlah barang banyak sekali.

Penurunan daya beli menunjukkan menurunnya pendapatan masyarakat. Menurunnya pendapatan diakibatkan oleh ketidakstabilan pekerjaan dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Bagaimana tidak, di tengah badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda, pemerintah malah memperbesar pintu import barang-barang dari luar negeri, terkhusus dari Cina, yang harganya jauh lebih murah. Kemudian para korban PHK diarahkan untuk menjadi pelaku UMKM dan dibiarkan bersaing dengan produk impor.

Exit mobile version