Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Belakangan ini viral berita tentang pemilik daycare yang juga influencer parenting, MI, menganiaya anak asuhnya, MK, yang baru berusia dua tahun sampai terjatuh (Kompas, 31-07-2024). Tidak lama, CNN Indonesia memberitakan, di salah satu daycare Pekanbaru, seorang anak kakinya dilakban di kursi dan diperlakukan kasar oleh pengasuhnya (CNN Indonesia, 08-08-2024).
Kasus seperti ini sebetulnya bukan terjadi hanya sekarang ini. Beberapa tahun yang lalu pun kasus ini pernah terjadi. Pada tahun 2014, bayi yang baru berusia 14 bulan mengalami siksaan bertubi-tubi saat dititipkan di tempat penitipan anak bernama Highreach. Anak tersebut disiksa dengan ditimpa kasur busa, seluruh tubuhnya ditutup selimut, dan digendong sambil dipontang-panting (Tempo.co, 04-09-2024). Itu kasus yang terungkap. Mungkin saja masih banyak yang tidak terungkap.
Kondisi ini seharusnya perlu dievaluasi, ada proses muhasabah bagi para ibu yang menitipkan anak di daycare terkait peran keibuannya, yang juga terkait program pemberdayaan perempuan yang dicanangkan negara, khususnya terkait pemberdayaan ekonomi.
Daycare dalam Asuhan Kapitalisme
Di era kapitalis, apa pun itu senantiasa laksana hitung dagang. Semua dinilai dari profit yang akan dihasilkan.
Dalam asuhan kapitalisme manusia adalah aset ekonomi, dan perempuan dianggap memiliki nilai strategis bagi para kapitalis hingga pemberdayaan mereka sangat diperhitungkan. Sebagai pekerja, perempuan dipandang lebih rajin, penurut, dan tidak banyak menuntut. Jadilah atas nama pemberdayaan, perempuan siapa pun dia, lajang atau pun sudah menjadi istri dan ibu, diiming-imingi untuk bekerja dan berkarier di luar rumah.
Di sinilah mulai muncul kendala. Pengasuhan anak menjadi permasalahan yang cukup pelik. Saat para ibu harus bekerja, mencari pengasuh sulit, jika ada pun mahal. Saat pemerintah menjadikan daycare sebagai solusi pengasuhan anak selama jam kerja, ini menjadi alternatif solusi bagi para ibu pekerja. Just info, memang pemerintah telah membuat program daycare ramah anak sejak 2021, dan telah diinisiasi oleh Kemen PPPA dalam standardisasi dan sertifikasi lembaga layanannya (Kemen PPPA, 15-2-2024).
Berdasar perhitungan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) 2021, anggaran pemerintah Indonesia untuk pengasuhan dan pengembangan anak usia dini baru hanya sekitar 0,04% dari produk domestik bruto (PDB). Jika anggaran dinaikkan hingga 0,1% dari PDB untuk layanan daycare, partisipasi pekerja perempuan akan meningkat dan menumbuhkan PDB hingga 0,4% pada 2030. Sedangkan jika anggaran naik menjadi 0,5%, pertumbuhan PDB bisa mencapai 0,69%. OECD sendiri merekomendasikan anggaran sebesar 1% dari PDB.
Sayangnya di bawah asuhan kapitalisme daycare tetap menjadikan laba sebagai tujuan utama. Tidak ada daycare yang tujuannya mengasuh anak sebaik-baiknya agar peran ibu bisa tergantikan. Besarnya kebutuhan akan daycare, dalam asuhan kapitalisme, menjadikan daycare salah satu lahan bisnis yang menjanjikan.
Saat ini daycare tidak sekadar menjadi tempat menitipkan anak. Berbagai keunggulan ditawarkan. Dari mengajarkan bahasa internasional, membentuk jiwa wirausaha pada anak, sampai memadukannya dengan pendidikan formal seperti TK dan SD.
Pasar disasar. Daycare ditempatkandi pusat-pusat perkantoran, perumahan keluarga muda, atau tempat bekerja kaum ibu lainnya. Namun, sehebat apapun daycare, stimulasi optimal bagi anak sangatlah sulit direalisasi. Banyaknya anak yang harus ditangani meminimkan pemenuhan kebutuhan per individu anak. Bagaimana pun juga kasih sayang pada anak adalah salah satu makanan otak yang membuat otak berkembang optimal selain gizi dan stimulasi. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus sangat dibutuhkan anak dalam perkembangan kecerdasan emosionalnya. Ketika anak merasa disayang, ia belajar untuk menghargai dirinya, menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan untuk berempati dan berbagi kasih sayang kepada orang lain. Peristiwa yang terjadi di daycare baru-baru ini sungguh ‘not care’.
Risiko yang akan kita terima dari anak yang kekurangan kasih sayang adalah mereka cenderung mengembangkan perasaan negatif, merasa tidak diterima sehingga penghargaan terhadap dirinya sendiri rendah. Anak seperti ini akan cenderung menjadi anak tertutup, rendah diri dan menyimpan potensi gagal dalam kehidupannya. Jangan ya Buk jangan sampai anak-anak kita bernasib seperti itu.
Kasih sayang yang tulus dan berlimpah tentulah datang dari seorang ibu. Sesayang-sayangnya pengasuh daycare pada anak, tidak akan mampu untuk mengalahkan tulusnya kasih sayang ibu. Hal ini adalah fitrah yang melekat pada diri ibu. Apalagi saat anak masih kecil, sebentar-sebentar menangis, rewel, atau mulai muncul kenakalannya. Orang yang paling sabar menghadapi hal ini adalah ibu, bukan pengasuh di daycare.
Faktanya sudah nampak dari kejadian saat ini yang menimpa anak-anak yang dititip di day care. Walaupun memang mungkin tidak semua daycare not care, jangan ya Buk ya, jangan biarkan anak-anak ibu bernasib seperti anak-anak yang mendapat penyiksaan di daycare.
Paradigma Islam Tentang Anak
Paradigma Islam tentang anak begitu indah seindah Allah Ta’ala menciptakan dengan sebaik-baik penciptaan. Anak adalah amanah Allah yang akan dimintakan pertanggungjawaban terkait mereka kelak di hari penghisaban. Anak adalah ladang amal. Dengan paradigma yang benar, orang tua akan senantiasa berupaya mendidik anak dengan sebaik-baik pendidikan.
Dengan paradigma Islam yang mengiringi pengasuhannya, orang tua selalu cermat terhadap apapun yang bisa mengantarkan diri dan anaknya agar mendapat rida Allah Ta’ala. Orang tua akan terus berusaha membahagiakan anak dunia dan akhirat. Sukses mulia dunia yang mengamntarkan kelayakan mendapat surga.