Oleh. Syarifah Aini
Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, termasuk komika, artis, dan mahasiswa, mulai aktif terlibat dalam aksi protes terhadap kebijakan pemerintah terkait revisi Undang-undang Pilkada di DPR/MPR.
Figur publik seperti Cing Abdel, Bintang Emon, dan Rigen Rakelna ikut terjun dalam aksi tersebut, mereka ramai ramai menggeruduk Gedung DPR RI Jakarta dalam aksi Darurat Indonesia(CNBCIndonesia, 22-8-2024).
Hal ini menunjukkan bahwa berbagai lapisan masyarakat mulai menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Aksi-aksi ini memperlihatkan adanya kesadaran kolektif di tengah masyarakat untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang mereka anggap semakin nyata.
Namun, meskipun gerakan ini mendapat dukungan luas, akar masalah yang lebih dalam seperti sistem politik dan ekonomi yang berlaku belum dipahami sepenuhnya oleh banyak orang.
Gerakan masyarakat melawan kezaliman adalah bentuk ketidakpuasan terhadap sistem yang tidak berpihak pada keadilan sosial. Namun, gerakan ini masih bertumpu pada demokrasi, yang pada kenyataannya adalah sumber masalahnya.
Demokrasi sebagai sistem politik yang dijalankan di banyak negara, termasuk Indonesia, memfasilitasi kelangsungan sistem yang tidak adil, dengan politisi dan penguasa yang lebih memperhatikan kepentingan korporasi dan pemilik modal dibandingkan kepentingan rakyat.
Mekanisme demokrasi menjadi arena bagi kepentingan kelompok elit yang mendominasi. Belum lagi, sistem kapitalisme yang menjadi induk dari sistem demokrasi, memberikan peluang atas penguasaan sumber daya oleh segelintir pihak, sehingga memunculkan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Gerakan yang ada saat ini belum didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang akar masalah dari kezaliman yang terus terjadi. Sehingga solusi yang dicari masih berputar di lingkaran yang sama. Meski protes-protes ini memperlihatkan semangat perlawanan, tanpa visi perubahan yang jelas dan shahih, gerakan ini hanya akan menjadi sebatas aksi temporer tanpa dampak sistemik yang berarti.
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa perubahan sejati tidak hanya bergantung pada aksi protes terhadap kebijakan tertentu, tetapi memerlukan transformasi yang lebih dalam pada sistem yang melandasi kehidupan politik dan ekonomi.
Penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) termasuk di dalamnya sistem ekonomi dan sistem politik, merupakan solusi yang dapat mengatasi berbagai persoalan kehidupan yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme dan demokrasi.