Oleh Tiktik Maysaroh
Aktivis Muslimah Bandung
Kasus tindak pidana pertanahan yang dilakukan oleh mafia tanah kerap kali terjadi. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Mentri agraria dan tata ruang/Kepala badan pertanahan nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono. Maka dari itu, beliau mengadakan konferensi pers di mapolda Jawa Barat, Jum’at 18/10/2024 untuk membeberkan kasus mafia tanah yang telah mengakibatkan kerugian bagi masyarakat maupun negara senilai Rp3,65 triliun.
Kasus mafia tanah yang terjadi di kabupaten Bandung, tepatnya di wilayah Dago Elos kota Bandung dengan modus operandi pemalsuan surat dan/memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik. Lokasi yang menjadi objek persoalan merupakan bagian wilayah metropolitan dan salah satu wilayah strategis dengan total kerugian mencapai Rp3.603.335.000.000
Adapun kasus lainnya terjadi di kabupaten Bandung dengan modus pemalsuan surat, penipuan, dan penggelapan jasa pengurusan perizinan pembangunan perumahan. Objek lokasi tersebut akan dibangun sejumlah 264 unit rumah dengan total kerugian mencapai Rp51. 391.343.500
Dengan adanya kasus mafia tanah tersebut, kementrian ATR/BPN berkolaborasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan pemerintah daerah serta peran aktif masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya agar mafia tanah bisa diberantas, menindak dengan tegas setiap pelanggaran hukum di bidang pertanahan tanpa pandang bulu.
Harus kita pahami tentang istilah mafia tanah yang merujuk pada sindikat atau kelompok yang terlibat dalam kegiatan ilegal terkait properti dan lahan. Mereka biasanya memanipulasi, memalsukan, atau mengambil alih kepemilikan tanah secara ilegal dengan cara penipuan, pemalsuan dokumen, atau kerja sama dengan oknum di lembaga pemerintahan. Aktivitas mafia tanah sering kali melibatkan tindakan penyerobotan, jual beli tanah yang tidak sah, atau penguasaan lahan milik orang lain melalui cara-cara curang.
Kasus mafia tanah ini sudah sering kali terjadi, bukan hanya di kabupaten/kota Bandung saja tapi kasus ini terjadi di mana-mana, pelakunya pun ada yang melibatkan pejabat pemerintahan. Namun sayang, meskipun pelaku diproses dengan hukum yang berlaku bahkan dicopot hingga dipecat dari kursi jabatan, akan tetapi, kasus mafia tanah ini malah semakin menjamur.
Realitas saat ini, begitu banyak tanah milik warga yang dirampas dan digusur atas nama proyek negara, seperti untuk pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, atau wadas yang kasusnya seakan tenggelam. Begitu juga pengadaan tanah untuk kawasan industri, kawasan ekonomi, atau pariwisata. Semua itu didukung regulasi dengan mengabaikan hak-hak warga atas kepemilikan lahan, pada akhirnya memicu dan menimbulkan konflik panas di masyarakat melawan para mafia tanah yang menjadi penghubung para oligarki.