Opini

Childfree Makin Diminati, Buah Beban Hidup yang Makin Tinggi?

194
×

Childfree Makin Diminati, Buah Beban Hidup yang Makin Tinggi?

Sebarkan artikel ini

Oleh, Nurhandayani Nurtang

Childfree Makin Diminati, Buah Beban Hidup yang Makin Tinggi?
Fenomena childfree di Indonesia semakin menarik perhatian, khususnya terkait keputusan perempuan untuk tidak memiliki anak. Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak.

Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak. “Terserah mereka apakah seseorang memilih untuk memiliki anak atau tidak, itu bagian dari hak pribadi yang harus dihormati,” ujarnya dalam wawancara bersama Pro 3 RRI, Jumat (15/11/2024).

Sebanyak 71 ribu perempuan Indonesia berusia 15-49 tahun tidak ingin memiliki anak atau childfree. Temuan ini didapat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 berjudul “Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia”.

Dalam laporan ini, BPS menganalisis fenomena childfree di Indonesia dari sisi maternal menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Perempuan berusia 15-49 tahun (usia subur) yang pernah kawin namun belum pernah melahirkan anak serta tidak menggunakan KB jadi fokus dalam survei ini.Hasilnya, ditemukan bahwa 8 persen atau sekitar 71 ribu perempuan memilih childfree.

Data SUSENAS menunjukkan bahwa prevalensi tanpa anak meningkat sebesar 7% pada tahun 2019. Angka tersebut sempat turun pada tahun 2020 menjadi 6,3%, namun kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 6,5%, dan naik lagi pada tahun 2022 menjadi 8,2 %.

Laporan menyatakan bahwa prevalensi perempuan yang tidak ingin memiliki anak kemungkinan juga akan meningkat pada tahun-tahun mendatang, mengingat persentase perempuan yang tidak memiliki anak telah meningkat dalam empat tahun terakhir.

Menurut data saat ini, persentase orang yang tidak memiliki anak sebenarnya sempat turun pada tahun 2020. Hal ini diduga disebabkan oleh pandemi COVID-19, dimana kebijakan work from home ( WFH) dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap keputusan seseorang untuk memiliki anak.

Ada kekhawatiran bahwa situasi ekonomi yang belum stabil membuat perempuan merasa tidak mampu mengurus anak dengan baik. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengambil langkah untuk menangani keluhan ini.

Dalam sistem sosial patriarki, tanggung jawab merawat anak seringkali dibebankan pada perempuan. Beban ini semakin berat ketika perempuan juga diharapkan untuk mencari nafkah.

Keputusan untuk memilih childfree atau tidak memiliki anak sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, pilihan ini masih dianggap kontroversial dan tidak umum di masyarakat Indonesia yang secara tradisional menjunjung tinggi nilai keluarga dan keturunan. Biasanya, keputusan untuk childfree didasarkan pada alasan pribadi yang dipengaruhi oleh faktor internal, seperti pendidikan, pekerjaan, lingkungan, dan sebagainya.

Selain itu, keputusan seseorang untuk memilih childfree juga bisa dipengaruhi oleh kondisi medis. Faktor ini tentu berbeda dengan aspek psikologis yang lebih berkaitan dengan motivasi individu. Kondisi medis berhubungan dengan kesehatan fisik, sedangkan aspek psikologis terkait dengan keadaan bawah sadar seseorang. Trauma yang pernah dialami dapat menjadi pemicu kondisi psikologis yang mendorong keputusan untuk childfree. Contohnya adalah AE (23), yang telah memutuskan untuk childfree meskipun belum menikah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *