Opini

BLT Mampukah Mencukupi Kebutuhan Rutin Rakyat?

153
×

BLT Mampukah Mencukupi Kebutuhan Rutin Rakyat?

Sebarkan artikel ini

Oleh Ummu Mutbya
Ibu RumahTangga

Bupati Bandung Dadang Supriatna telah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) di Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, Kecamatan Cileunyi. Penyerahan bantuan tersebut dilaksanakan pada acara Gebyar Kegiatan Desa Cileunyi Wetan. Sasaran yang berhak menerima bantuan tersebut yaitu 55 KPM (Keluarga Penerima Manfaat) tahap pertama dana desa. Adapun yang diprioritaskan dari bantuan ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan kondisi sakit menahun dan lansia. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Dana Desa (ADD) dan Alokasi Dana Perimbangan Desa (ADPD). Dalam kesempatan tersebut, Bupati didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan masyarakat dan Desa Kabupaten Bandung Tata Irawan, Camat Cileunyi Cucu Endang dan Kepala Desa Cileunyi Wetan Hari Haryono.

Selain BLT (Bantuan Langsung Tunai), Bupati juga menyerahkan dana pemberian makanan tambahan (PMT) untuk 29 posyandu, penyerahan insentif kader posyandu untuk 178 orang. Dadang Supriatna mengungkapkan bahwa ia menyerahkan bantuan kepada para penerima manfaat di Desa Cileunyi Wetan setelah sebelumnya mendapatkan undangan dari Kepala Desa Cileunyi Wetan karena ADD dan ADPD tahap pertama sudah cair. (Kimbandungkab.go.id, 19/7/2024)

BLT (Bantuan Langsung Tunai) merupakan program bantuan pemerintah dengan pemberian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat (conditional cash transfer) maupun tak bersyarat (unconditional cash transfer) untuk masyarakat. Namun, sebelum BLT turun dan dapat diterima masyarakat, pemerintah akan melakukan pendataan siapa saja yang berhak menerima BLT dan juga harus menentukan besarnya BLT yang akan diberikan kepada masyarakat. Pelaksanaan program ini dianggap sangat penting, karena bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun benarkah demikian?

Tidak bisa dinafikan, kondisi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Rakyat berada dalam garis kemiskinan, jumlah rakyat miskin pun terus bertambah seiring dengan maraknya PHK massal. Sayangnya, besarnya bantuan yang diterima masyarakat (BLT), tidak akan dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari secara rutin. Apalagi Bantuan langsung tunai (BLT) hanya diberikan kepada sebagian masyarakat saja dan diberikan secara berkala. Itu berarti tidak merata dan tidak semua masyarakat bisa menerimanya, hanya mereka yang bisa menunjukkan bukti sebagai penduduk (ber-KTP) dan tercatat sebagai masyarakat miskin yang bisa menerimanya. Bahkan BLT juga kerap tidak tepat sasaran, sehingga tak jarang memicu konflik di masyarakat.

Yang lebih parahnya, BLT rawan disalahgunakan saat menjelang pemilu atau pilkada oleh petahana yang kembali berlaga. Sudah menjadi rahasia umum, pembagian dana BLT ketika musim pemilu dapat menjadi money politic untuk membeli suara rakyat. Bantuan tersebut bisa memobilisasi dan memengaruhi perilaku pemilih dalam memilih. (bawaslu.go.id, 29 Juni 2022)

Sungguh, bantuan langsung tunai tak akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendera masyarakat. Baik kemiskinan, maupun menyolusikan lansia dan masyarakat yang memiliki penyakit kronis. Apalagi, nyatanya orang yang sakit kronis dan lansia perlu bantuan dan penanganan secara khusus, seperti pengobatan, asupan gizi, perawatan, dan lainnya. Yang tentu tak akan cukup jika hanya mengandalkan uang dari BLT.

Masyarakat secara umum, baik kaya ataupun miskin yang tinggal di negeri ini merupakan tanggung jawab negara. Negara tidak boleh pilih-pilih, semua harus diberikan bantuan yang sama, karena mereka adalah warga negara yang memiliki hak untuk dipenuhi kebutuhan pokoknya dan dijamin distribusinya oleh negara seperti sandang, pangan, papan secara merata, orang per orang. Atau juga jaminan atas kebutuhan kolektif seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Inilah yang sulit diwujudkan pemerintah karena asas pengurusan rakyat bukan akidah sahih tapi sekularisme yang berasal dari Barat. Bahkan sistem ekonominya pun menggunakan ekonomi Barat yang dikenal dengan kapitalisme, sehingga aset kekayaan Indonesia yang mestinya diperuntukkan bagi kemaslahatan publik justru diserahkan pada pemilik modal. Imbasnya, kesenjangan sosial sangat menonjol. Yang kaya makin kaya, yang miskin kian miskin. Bukan hanya lansia, anak terlantar dan pengidap gizi buruk pun kerap luput dari perhatian penguasa.

Oleh karena itu pemberian bansos semata tanpa menyelesaikan akar masalah utama yakni aturan Barat dengan kapitalisme dan sekulernya pasti tidak akan memberikan pengaruh signifikan bagi rakyat. Rakyat akan tetap hidup dalam keadaan terabaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *