Opini

BIAYA POLITIK MAHAL, WAKIL RAKYAT RAMAI-RAMAI GADAIKAN SK

81
×

BIAYA POLITIK MAHAL, WAKIL RAKYAT RAMAI-RAMAI GADAIKAN SK

Sebarkan artikel ini

Oleh: Kiki Ariyanti

Tidak heran jika mereka yang ingin mencalonkan dirinya menjadi wakil rakyat harus rela mengeluarkan biaya yang besar. Apapun caranya akan mereka lakukan demi meraih sebuah kursi jabatan. Namun yang terjadi baru-baru ini, setelah mereka resmi dilantik para wakil rakyat ramai-ramai gadaikan SK.

Dilansir dari CnbcIndonesia.com (05/09/2024). Sebanyak 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menggadaikan Surat Keputusan (SK) jabatan mereka ke bank usai dilantik sebagai wakil rakyat.
SK jabatan tersebut digunakan sebagai agunan untuk pengajuan kredit di Bank Jatim. Sistha, Penyedia Kredit Bank Jatim Cabang Bangkalan, mengungkapkan bahwa pengajuan pinjaman ini bervariasi dalam jumlahnya.
Dari puluhan anggota yang mengajukan pinjaman, nilai pinjaman berkisar antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar.

Dilansir dari Detikjatim.com (07/09/2024). Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko mengungkapkan berdasarkan praktik di lapangan, fenomena ini menunjukkan bahwa biaya politik pemilu legislatif membutuhkan modal yang cukup besar.

Bahkan Anang menyakini pengeluaran untuk seorang bakal calon legislatif bukan hanya ratusan juta. Dia memperkirakan saat ini modal untuk menjadi caleg itu bisa melebihi angka Rp 1 miliar.

Sebenarnya fenomena seperti ini sangatlah memprihatinkan. Inilah bukti bahwa biaya demokrasi itu sangatlah mahal. Sebab hanya demi mencalonkan anggota legislatif saja mereka harus mengeluarkan modal yang begitu besarnya. Tanpa terpikir oleh mereka untuk memperoleh biaya tersebut entah itu melakukan hal-hal yang melanggar aturan atau tidak.

Kebiasaan wakil rakyat gadai SK pasca dilantik merupakan salah satu potret buruk politik demokrasi, disinyalir tradisi ini terkait mahalnya ongkos politik untuk meraih kekuasaan dan maraknya gaya hidup hedon wakil rakyat dalam sistem sekularisme demokrasi.

Alih-alih bekerja demi kepentingan rakyat, yang ada adalah merebaknya budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan di kalangan pejabat publik termasuk wakil rakyat. Bukannya menjalankan amanahnya mengurus urusan rakyat akan tetapi mereka malah sibuk mengurusi kepentingannya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *