OpiniOpini

Berselingkuh dengan Sistem Rapuh, Bangunan Keluarga Runtuh

248

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ۝٥٦

Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adzariyat: 56)

Sungguh kita diciptakan oleh-Nya adalah semata-mata untuk menghamba pada-Nya. Tidak sedikit pun berpalihg dari-Nya, dan tidak berselingkuh dengan ajaran yang bertentangan dengan ajaran-Nya.

Namun ternyata, gempuran dahsyat pemikiran, telah membombardir hidup manusia. Benak tak lagi mampu diajak menyimak apa pun terkait kebesaran-Nya bahkan yang fitrah sekalipun.

Agama tidak lagi dianggap penting untuk mengatur kehidupan. Aturan dibuat masing-masing dengan ukuran masing-masing, hingga benar salah menjadi nisbi. Demikianlah yang terjadi. Dan ini telah merasuk dalam ranah keluarga.

Serentetan kasus kriminal terjalin dalam rantai kehidupan keluarga, salah satunya kasus pembunuhan dalam bangunan keluarga. Seperti baru-baru ini kasus anak bunuh ibu kandung di Kecamatan Balikpapan Barat Jumat (23-08-2024), ibu tiri bunuh anak sambung di kawasan Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu siang (24-08-2024), dan anak bunuh bapak di Cirebon Jumat (23-08-2024), telah mencoreng nilai kemanusiaan di negeri Konoha yang notabene sangat kental nilai ketimurannya.

Kasus di atas menggambarkan kondisi saat ini, bahwa rumah bukan lagi tempat aman dan nyaman bagi keluarga dan anggotanya. Tragisnya, kasus di atas hanya secuil kisah dari banyak kasus sejenis. Relasi antara anak dan orang tua, suami dan istri, kakak dan adik, atau sebaliknya menjadi jauh dari harmonis. Ketenangan menjadi ruang hampa yang kosong fakta.

Keluarga yang sejatinya adalah institusi terkecil tempat tumbuhnya kasih sayang di antara seluruh anggotanya, di mana ayah dan ibu menjadi pelindung terbaik bagi anak-anak mereka, dan sebaliknya anak-anak adalah yang paling mencintai dan berbakti kepada kedua orang tuanya, menjadi lingkungan yang sangat menyeramkan. Sistem di Konoha telah merusak segalanya.

Menelisik Biang Masalah

Jika bicara sistem saat ini, kita akan menemukan sistem yang melenggang adalah sistem yang memaknai kehidupan hanya sebatas tempat mencari materi. Kesenangan duniawi mengalahkan rasa kasih sayang. Untung rugi, menjadi satu-satunya pengikat hubungan antarmanusia. Sistem sekuler kapitalis menjadi asas bangunan manusia, termasuk bangunan keluarga muslim, sehingga kehancuran pilar-pilarnya terpampang nyata sebagai akibat jauhnya keluarga dari agamanya.

Konsekuensi dari itu semua, mereka kehilangan makna kehidupan, yakni terkait untuk apa mereka diciptakan dan apa yang harus dilakukannya di dunia. Manusia menjadi sosok yang jauh dari iman dan takwa. Syahwat dominan dalam hidupnya sampai pada batas bebas melakukan segala sesuatu tanpa memperhatikan konsekuensinya.

Hilangnya agama dari pedoman hidup manusia juga menjadikan hubungan antarmanusia penuh dengan kerusakan. Dan ini tidaklah muncul dengan sendirinya. Permasalahan yang muncul ada biangnya. Rusaknya bangunan keluarga muslim adalah by design. Ada upaya untuk melemahkan kekuatan umat dengan menyerang benteng pertahanan terakhirnya, yaitu keluarga di mana kekuatan terakhir umat setelah Khilafah runtuh adalah keluarga.

Tentunya ada pelaku utama yang telah merancangnya dengan berbagai cara. Permusuhan dan kebenciannya terhadap Islam telah menghiasi ragam corak hidup mereka. Demikianlah Barat. Baratlah yang telah mengotori dunia dengan kebenciannya terhadap Islam.

Barat melakukan berbagai upaya untuk menghancurkan keluarga muslim dengan menancapkan sekularisme. Mulai dari serangan pemikiran yang mengubah pola relasi, termasuk pola relasi antarkeluarga yang hanya sebatas pada materi. Ayah-ibu membahagiakan anak-anaknya dengan materi, begitu pula sebaliknya, bakti anak-anak adalah dengan memberikan materi sebanyak-banyaknya di hari tua mereka.

Dengan beringas, sstem sekuler kapitalisme menjadikan hedonisme, konsumerisme, maupun kesetaraan gender, turut melengkapi hancurnya keluarga muslim. Tuntutan gaya hidup hedonis dan konsumtif menjadikan ekonomi keluarga harus mapan materi sehingga para ibu rela meninggalkan buah hatinya hanya untuk mendapatkan cuan lebih pengisi pundi dalam keluarga.

Kesetaraan gender pun diperjuangkan oleh para feminis yang berkelindan dengan sistem sekuler kapitalis. Mereka menjadikan para ibu tidak merasa berdosa meninggalkan anak-anak mereka untuk bekerja. Mereka pun merasa tidak harus menaati suami-suami mereka saat gaji yang mereka terima melebihi gaji suaminya. Para ibu dipaksa mengalihkan perhatiannya pada ranah publik dan mengabaikan urusan domestiknya, termasuk mengasuh anak-anak.

Upaya sistemis dirancang terus menerus untuk menghancurkan keluarga muslim yang tanpa bangkitnya pemikiran umat kondisi ini akan terus berlanjut, semakin kusut. Mirisnya, ide sekuler kapitalisme yang menjadi pangkal rusaknya bangunan keluarga malah dikuatkan di tengah masyarakat dengan hadirnya negara yang menerapkan ide tersebut dalam wujud tata aturan kehidupan.

Absennya negara dalam melindungi akidah umat dan abainya negara dalam mengurusi seluruh kebutuhan umat menjadi bukti bahwa negara sangat bertanggung jawab atas semua yang terjadi hari ini. Negaralah yang paling bertanggung jawab atas sekularisasi yang kian kencang, mulai dari sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem sanksi, hingga sistem politik telah dibuat saling terkait untuk mendukung sekularisasi itu sendiri.

Lalu, apakah kita hanya berdiam diri saja? Tentu tidak. Butuh kesadaran penuh untuk mengembalikan kondisi ini agar menjadi baik-baik saja. Kesadaran yang membangkitkan individu, masyarakat dan negara agar berada pada rel yang benar sesuai kehendak Allah Ta’ala.

Islam Mengokohkan Bangunan Keluarga

Berbeda dengan sekularisme. Islam senantiasa menjadikan umat selalu dekat dengan agama. Agama menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Dengan agama, umat akan memahami hakikat kehidupan, menjadi hamba yang memiliki tugas di dunia untuk tunduk patuh kepada Penciptanya. Keimanan tertanam dan menjadikan manusia diliputi ketakwaan serta kasih sayang. Orang tua benar-benar menyayangi anak-anaknya, begitu pula sebaliknya.

Seiring dengan itu, dalam Islam negara menjamin keimanan dan ketakwaan tumbuh kuat dalam diri kaum muslim. Negara menjaga fungsi dan peran keluarga agar selalu sesuai syariat. Dengan demikian bangunan keluarga akan kukuh dan para anggotanya akan memahami hak dan kewajibannya.

Dalam Islam, negara akan menghadang intervensi pemahaman-pemahaman sekuler kapitalistik yang akan merasuki umat. Paham materialistis, hedonistik, juga kesetaraan gender tak akan dibiarkan tumbuh subur dalam kehidupan umat. Selanjutnya negara akan terus memberikan pemahaman akan pentingnya hidup sederhana dan bukan berfokus pada materi, melainkan pada amal saleh untuk bekal akhirat.
Untuk merealisasikan perannya dalam mewujudkan bangunan keluarga yang tangguh, negara dalam Islam dalam mewujudkan beberapa hal,

Pertama, sistem pendidikan akan berbasis akidah Islam. Anak didik harus terlebih dahulu memahami agamanya untuk bisa menjalani kehidupan dengan benar. Dengan begitu, akan timbul motivasi belajar yang berdasarkan ruhiah. Inilah yang akan menjadikannya kuat dari sisi syahsiah (kepribadian) Islam. Selain itu, anak-anak pun akan termotivasi untuk terus belajar sebab mereka ingin berkontribusi untuk kemaslahatan umat. Sesuai sabda Rasulullah Saw.,be:.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (yang lain)” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Hal ini akan menjadikan anak-anak penuh kasih sayang kepada kedua orang tuanya. Mereka akan menjadi anak yang berbakti dan berkontribusi besar bagi kemaslahatan keluarganya. Harmonisasi keluarga pun niscaya.

Kedua, sistem ekonomi dalam negara akan menjadikan rakyat sejahtera. Para ayah dimudahkan untuk mencari nafkah dan para ibu akan fokus menjadi ummun wa robbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). Inilah yang menjadikan anak-anak kenyang dengan kasih sayang sebab para ibu akan optimal dalam pengasuhan.

Ketiga, sistem sanksi Islam sifatnya menjerakan. Islam memberlakukan kisas bagi pelaku pembunuhan. Kisas adalah pembalasan hukum setimpal kepada pelaku pidana. Kisas umumnya diterapkan dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan. Sesungguhnya di dalam kisas ada jaminan kehidupan. Sabda Rasulullah Saw.,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡكُمُ الۡقِصَاصُ فِى الۡقَتۡلٰى  ؕ الۡحُرُّ بِالۡحُـرِّ وَالۡعَبۡدُ بِالۡعَبۡدِ وَالۡاُنۡثَىٰ بِالۡاُنۡثٰىؕ فَمَنۡ عُفِىَ لَهٗ مِنۡ اَخِيۡهِ شَىۡءٌ فَاتِّبَاعٌۢ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَاَدَآءٌ اِلَيۡهِ بِاِحۡسَانٍؕ ذٰلِكَ تَخۡفِيۡفٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٌ  ؕ فَمَنِ اعۡتَدٰى بَعۡدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۚ‏

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS Al-Baqarah [2]: 178-179).

Keempat, sistem politik dalam Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam negara sehingga menjadikan kebijakan negara sejalan dengan syariat. Para penguasanya fokus menjadikan rakyatnya bertakwa dan terpenuhi seluruh kebutuhannya. Dengan demikian, tidak akan ada lagi tayangan di media yang dapat memicu terjadinya kriminalitas, juga tidak akan ada lagi kebijakan yang menguatkan sekularisasi.

Dalam Islam negara sangat mampu menjamin terwujudnya maqasid syariah, yakni terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Relasi manusia dengan manusia berjalan harmonis, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Melalui kesempurnaan sistem yang dibangunnya, peradaban umat manusia akan kembali menemui kemuliaan. Dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah peradaban cemerlang pun mendunia. Bangunan Keluarga pun kokoh terjaga.

Wallaahu a’laam bisshawaab.

 

Exit mobile version