Oleh Arini Faiza
Pegiat Literasi
Penjajahan atas Palestina yang dilakukan oleh bangsa zionis sejauh ini telah banyak menimbulkan korban jiwa yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak. Tidak sedikit negara yang mengecam dan berusaha menghentikan kekejaman tersebut baik melalui mahkamah internasional maupun PBB. Belum lama ini, dalam Forum Parlementer Indonesia Afrika (IAPF) 2024 di Nusa Dua, Bali, ketua DPR Puan Maharani menyampaikan keinginannya untuk menghentikan konflik yang terjadi di Palestina melalui jalur diplomasi. Dalam pidatonya ia mengingatkan parlemen untuk turut berkontribusi mengatasi permasalahan global, menghargai HAM, menegakkan hukum, menolak penjajahan dan mendorong perdamaian dunia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam forum yang sama juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, parlemen berperan penting untuk memobilisasi tekanan masyarakat internasional dalam upaya mengakhiri genosida di Palestina. Ia menjelaskan bahwa komitmen negara-negara Afrika dan Indonesia untuk mendukung Palestina sudah berlangsung lama yakni sejak Konferensi Asia-Afrika pada 1955. (www.tvonenews.com, 3/9/2024)
Seruan dan kecaman yang bertubi-tubi terhadap penjajahan di Palestina telah lama disuarakan oleh para penguasa negeri-negeri muslim, namun hingga saat ini belum mampu menghentikan kebrutalan Zionis. Gempuran tentara penjajah justru semakin kejam, tak beradab dan tidak manusiawi. Bahkan Afrika Selatan pernah membawa kasus genosida ini ke Mahkamah Internasional, namun tidak langsung diadili, bangsa Yahudi ini justru berkelit dan bebas dari tuduhan seolah tidak ada hukum yang mampu menyentuh mereka.
Sejatinya keberadaan zionis memang sengaja ditanam di Timur Tengah oleh Amerika Serikat. Tujuannya jelas yakni untuk menjaga kepentingan AS di tanah-tanah kaum muslim. Krisis Palestina tidak akan selesai hanya dengan kecaman, perundingan, perdamaian, apalagi solusi dua negara. Sayangnya selain mengecam, penguasa negeri-negeri muslim seolah tidak mampu berbuat banyak karena adanya sekat nasionalisme dan perjanjian internasional yang tidak memperbolehkan mencampuri urusan negara lain.
Berlarut-larutnya konflik Palestina hingga tidak kunjung terselesaikan, sesungguhnya karena umat Islam di seluruh dunia tidak menerapkan solusi yang benar. Karenanya umat wajib memahami hakikat tentang fakta yang sebenarnya agar dapat memberikan penyelesaian yang adil. Palestina adalah negara yang dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada abad 15 H, statusnya adalah tanah kharajiyah yang akan menjadi milik umat Islam sampai kapanpun. Untuk itu kemerdekaannya juga menjadi urusan kaum muslim, bukan hanya untuk penduduk setempat atau bangsa Arab saja.
Konflik yang terjadi saat ini pada hakikatnya adalah penjajahan oleh negara-negara barat, sebab mereka bersekongkol menciptakan bangsa zionis bahkan mendukungnya dengan persenjataan dan dana yang sangat besar. Maka terlalu naif apabila ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa barat bersikap netral terhadap permasalahan Palestina. Itulah sebabnya upaya penyelesaian yang dilakukan di PBB seperti perundingan, resolusi bahkan gencatan senjata tidak berhasil menyingkirkan mereka dari Gaza.
Menggantungkan asa kemerdekaan Palestina melalui berbagai forum sungguh harapan yang sia-sia. Sebab zionis hanya ingin memerangi, sementara berbagai resolusi PBB tidak mereka hiraukan. Bahkan perjanjian gencatan senjata pun diabaikan begitu saja, mereka merasa di atas angin karena mendapat dukungan dari negara-negara adidaya.
Maka, tidak ada cara lain untuk membebaskan rakyat Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya dari penjajahan kecuali dengan solusi Islam. Umat sejatinya tidak membutuhkan forum-forum internasional yang hanya berisi formalitas tetapi tidak memiliki akidah dan persatuan yang hakiki. Permasalahan mereka bukan hanya problem lokal, tetapi menjadi urusan seluruh dunia karena kaum muslimin itu bersaudara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: