Oleh Narti
Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Lingkungan
Seiring dengan datangnya musim hujan, bencana banjir pun telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Salah satunya di wilayah Kabupaten Bandung. Menanggapi hal itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah meminta kepada Pemerintah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat agar menambah satuan pendidikan aman bencana terkait kerawanan daerah ini terhadap bencana hidrometeorologi basah.
Prasinta Dewi selaku Deputi bidang pencegahan, mengatakan bahwa keberadaan satuan pendidikan aman bencana (SPAB) adalah salah satu unsur penting dalam upaya pengurangan risiko bencana di daerah.
Pihaknya berharap dengan konsistensi dan lebih banyaknya SPAB, maka akan semakin banyak para pelajar dan tenaga pendidik memperoleh edukasi tentang kebencanaan. Dengan itu, kemudian akan mereka salurkan melalui interaksi sehari-hari kepada orang sekitarnya sehingga masyarakat menjadi lebih tangguh dalam menghadapi potensi bencana di Kabupaten Bandung.
Selain itu, ia juga mengharapkan ada peran Keluarga Tangguh Bencana (Katana) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) yang sebelumnya telah diinisiasi BNPB supaya lebih ditingkatkan kembali. Misalnya saja mendorong agar mampu berkolaborasi bersama kelompok kerja Pemberdayaan kesejahteraan masyarakat (Pokja PKK) tingkat kecamatan hingga kelurahan. Mengingat, karena Kabupaten Bandung termasuk wilayah yang rawan terdampak bencana. (Antaranews.com, 28/11/24)
Apabila dicermati, sebetulnya faktor yang paling dominan terjadinya bencana termasuk banjir, bukan saja disebabkan intensitas curah hujan yang tinggi, tapi juga dikarenakan aliran drainase yang kurang diperhatikan. Area yang seharusnya berfungsi sebagai penyerapan air, kini berubah menjadi perumahan, perkebunan, maupun fasilitas umum.
Selain itu, karena tata kelola kota dan ruang kian semrawut.
Dan lebih dari itu, faktor utama penyebab munculnya bencana di atas adalah kebijakan yang datang dari pemangku kebijakan yakni negara. Di antaranya adalah kebijakan pemerintah yang memberi ruang kepada para korporat dan pemilik modal untuk membuka lahan secara serampangan demi pembangunan kapitalistik dan akses-akses transportasi ekonomi seperti jalan tol, bandara, rel kereta api, dll; sehingga ruang hidup publik semakin menyempit bahkan dibayang-bayangi bencana dampak dari pembangunan tersebut.
Sudah seharusnya ada upaya yang ditempuh oleh negara yang bersifat sistemik, antara lain membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curah air hujan; drainase yang baik, tata kelola ruang yang sesuai; mitigasi bencana secara optimal dari sebelum, sesaat atau setelah bencana; serta menghentikan semua bentuk perusakan alam secara besar-besaran oleh para kapital salah satunya menghentikan kontrak kerja atau kontrak karya dengan para investor asing.
Namun berharap negara bisa mengambil langkah-langkah antisipasi dan meminimalisir bencana secara nyata, bak punduk merindukan bulan; tidak mungkin terjadi. Negara tak akan mampu menampik bujukan para kapital untuk menancapkan hegemoninya merampas dan menguasai aset publik dengan dalih kerjasama dan kemajuan perekonomian bangsa. Karena negara atau para kapital tersebut berdiri di atas asas yang sama, yakni kapitalisme. Dan karena kapitalisme adalah dimana ada manfaat dan keuntungan maka di situlah perizinan dikeluarkan.
Adapun mengenai upaya pemerintah untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap bencana melalui penambahan satuan pendidikan, sah-sah saja. Tetapi jangan berharap bahwa penambahan satuan pendidikan ini akan menjadi solusi secara komprehensif. Karena satu-satunya solusi sebagaimana uraian di atas, adalah kebijakan sistemik yang mencegah para pemodal menguasai lahan umum dan mengembalikan pengelolaan serta pengaturannya di tangan negara. Kemudian negara mengembalikan hasilnya kepada rakyat sebagai orang yang berhak.
Dalam pandangan Islam, banjir bukanlah sekadar musibah kepada umat manusia tapi juga peringatan dari pengelolaan alam yang salah. Baik dilakukan individu, masyarakat atau negara. Oleh karenanya penguasa dalam Islam di samping berkewajiban menjalankan tanggung jawab mengurus rakyat, negara akan mengerahkan seluruh kemampuannya dalam menjaga dan melindungi rakyat dari berbagai bencana. Ia paham bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah saw., bersabda yang artinya:
“Seorang imam (khalifah) adalah raain (penggembala), dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Muslim)