Opini

Berburu Suara Untuk Meraih Kuasa

221
×

Berburu Suara Untuk Meraih Kuasa

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

 

Pilpres usai sudah, namun hajatan politik di negeri ini belum lah kelar. Persiapan dan perburuan kembali heboh. Untuk kali ini dalam rangka kontestasi pilkada.

Tak urung aktivitas politik di berbagai daerah pun kembali ramai. Setiap wilayah mulai berbenah untuk mempersiapkan pesta demokrasi di tempatnya masing-masing yang sedianya akan berlangsung serentak pada akhir 2024.

Berdasarkan pengalaman yang ada, tidak bisa dimungkiri bahwa perburuan suara rakyat semakin gencar. Popularitas calon pun tidak luput dari mengandalkan para selebritas agar sosoknya mampu mendongkrak perolehan suara yang diharap. Sekalipun kemampuan sosok-sosok seleb dalam mengemban kepemimpinan politik atas rakyat sejatinya dipertanyakan, penokohan seleb untuk mendulang suara rakyat masih dilakukan.

Dari Depok, Jawa Barat, misalnya. Koalisi PKS dan Golkar sepakat mengusung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi A. Rafiq sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok di Pilkada Depok 2024. (Tempo, 12/5/2024). Demikian juga Bandung, dalam rangka pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bandung, sejumlah nama artis mulai muncul ke permukaan untuk posisi Wakil Bupati. Strategi berpasangan dengan artis selama ini dinilai cukup berhasil mendongkrak suara untuk pilkada di Bandung dan sekitarnya. (RRI, 10/5/2024).

Namun ternyata popularitas pun tidak hanya mengandalkan para selebriti. Di kota Bandung, sebut saja Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Bima Arya Sugiarto kini ramai dibicarakan sebagai bakal calon gubernur. Mereka bukan kalangan selebritis, tapi popularitasnya melampaui selebritis.(Pikiran Rakyat, 12/5/2024).

*Suara Rakyat Diburu*

Dari pesta ke pesta demokrasi, perburuan suara rakyat sejatinya menjadi suatu hal yang lumrah. Namun sayangnya, suara rakyat yang didulang seakan hanya sekadar formalitas saja dalam pelaksanaan pemilu. Pada akhirnya isu manipulasi maupun gugatan hasil pemilu tetap saja mewarnai. Demi Kuasa, kawan jadi lawan atau sebaliknya. Koalisi dengan lawan politik menjadi fenomena yang tidak jarang di negeri ini.

Hmmh. Kontestasi sandiwara pemilu nyata bukan demi kepentingan rakyat, namun demi kepentingan oligarki yang sudah diintervensi sejak dini oleh petahana di pusat. Pilkada walikota Solo Dan Medan sebagai contoh. Kepentingannya adalah tetap pada langgengnya kekuasaan. Rakyat dinafikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *