Berantas LGBT, cukup dengan Perda?
Oleh: Lina Sri Rosalina
LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) mulai marak dan meresahkan. Di Indonesia sendiri, memang sudah terindikasi tidak sedikit jumlahnya. Maka sikap penolakan yang seharusnya adalah dibuatkan peraturan khusus tentang LGBT, sekadar pernyataan penolakan saja tidak cukup untuk dapat menuntaskan kasus seperti ini. Seperti kata wakil DPRD Provinsi Sumbar, Nanda Satria: “DPRD Sumbar sedang mengkaji kemungkinan pembentukkan Perda terkait LGBT.” Menurut Nanda Satria, perilaku menyimpang seperti LGBT berkaitan erat dengan HIV/AIDS. Selain pembentukan peraturan, DPRD setempat mendesak pemerintah untuk lebih memasifkan sosialisasi pencegahan penyakit menular melalui berbagai publikasi seperti baliho dan Videotron milik pemerintah.
LGBT adalah buah dari sistem sekuler – kapitalis yang dengan HAM nya membuat manusia bebas menentukan kehendaknya sendiri termasuk dalam orientasi seksualnya. Ironi, negeri ini dengan sistem kapitalisme dan penerapan sekulernya tidak mengurusi urusan rakyat secara keseluruhan, sehingga penanganan terhadap suatu masalah pun tidak sampai pada akarnya.
Adanya peraturan daerah untuk memberantas LGBT adalah keinginan yang sangat baik. Namun hal ini tidak akan efektif. Sudah begitu banyak Perda Syariah yang dibuat tapi terus menerus dipermasalahkan.
Sekularisme membuat penganutnya tidak menghubungkan agama dengan kehidupan. Jika didapati suatu permasalahan, negara sekuler tidak melihat Solusi dari segi agama, melainkan dari sisi akal mereka semata. Padahal jika diperhatikan, solusi yang di jg adilkan sekulerisme ini, belum pernah ada yang sampai bisa menuntaskan masalah secara sempurna, tetapi hanya sebagian saja.
Jika kita melihat dari kacamata Islam, respon terhadap permasalahan LGBT tentu akan berbeda. Dalam Islam asas penerapan aturan terdiri dari tiga pilar untuk menerapkannya, yaitu: