Oleh : Ustadzah Roslina sari
(Aktivitas Muslimah Deli Serdang).
Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un. Lagi, terus terjadi. Musibah bencana terjadi dimana-mana, terjadi di berbagai daerah di negeri ini. Negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Negeri yang di kelilingi dengan kekayaan alam nya yang indah. Banjir bandang, tanah longsor, gempa sering terjadi. Seperti yang terjadi di Sukabumi pekan lalu.
Selama sepekan Sukabumi porak poranda dikepung bencana. Sebagaimana dilansir dari detikJabar Sukabumi – Rabu (4/12/2024) pagi itu, Ineu Damayanti (38) serius melihat informasi melalui gawainya yang mengabarkan sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi terdampak bencana akibat hujan deras yang mengguyur sejak Senin (2/12). Ia tidak sadar, hari itu Sungai Cimandiri juga meluap.
Sekitar pukul 06.00 WIB, air mulai merayap masuk ke dalam rumah Ineu. Awalnya hanya setinggi lutut, namun seiring berjalannya waktu, air dari Sungai Cimandiri yang meluap terus meninggi hingga akhirnya menenggelamkan seluruh ruangan rumahnya.
Bencana di Sukabumi: 10 Tewas-2 Hilang
Banjir yang terjadi itu merupakan dampak dari hujan deras yang mengguyur Kabupaten Sukabumi selama dua hari berturut-turut. Sungai Cimandiri meluap dan merendam puluhan rumah di Kampung Mariuk, RT 01, RW 01, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.
JawaPos.com-Banjir bandang di Sukabumi dipastikan akibat pendangkalan sungai. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) berupaya melakukan pengerukan terhadap sejumlah sungai di Sukabumi. 12 alat berat dikerahkan menormalkan berbagai sungai.
tirto.id – Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana dalam sepekan ke depan pascabencana hidrometeorologi yang melanda daerah itu. Selain menetapkan status tanggap darurat, pemda juga sudah mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi.
Jakarta, CNN Indonesia –Bencana pergerakan tanah di Cianjur, Jawa Barat, semakin meluas di 15 kecamatan dan kemungkinan masih bertambah.
‘Ala kulli haal. Jika kita mau merenungi dan muhasabah terhadap semua bencana ini. Merenungi dengan fikiran yang jernih dan hati yang penuh dengan penuh ketundukan sebagai hamba yang diciptakan oleh Zat Yang maha berkuasa atas manusia dan semua ciptaanNya yaitu Allah rabbul ‘izzati. Dengan renungan yang mendalam, semua bencana yang terjadi di negeri ini.
Bahwa penyebab bencana bukan sekedar faktor alam, tapi karena ulah tangan-tangan manusia yaitu banyaknya pelanggaran syariat karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam). Manusia yang menempati bumi Allah SWT telah banyak melakukan kemaksiatan-kemaksiatan yang mengundang murka Allah di atas bumi ini. Kemaksiatan-kemaksiatan yang terbesar ketika manusia tidak tunduk terhadap syariat Allah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Kehidupan yang saat ini tidak mau di atur Allah, dicampakkannya hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan, perzinahan merajalela, riba, judi, dengan segala bentuk nya, pergaulan bebas, lgbt, miras, narkoba , kemusyrikan, kehidupan bebas ala barat yang makin tampak tersebar dinegeri ini, suap, korupsi yang telah merata di seluruh sendi kehidupan, dan terkhusus para penguasa yang telah melakukan kezaliman yang tersistem dalam pengurusan rakyat dengan segala kebijakan- kebijakan serta perundangan yang menyengsarakan rakyat.
Termasuk eksploitasi alam atas nama pembangunan. Negara yang menerapkan aturan yang berasal dari akal dan hawa nafsu manusia, yang notabene aturan kufur berasal dari barat penjajah, yang bernama sistem demokrasi kapitalisme yang telah melahirkan para pemimpin dan pejabat yang rakus, tamak dan jahat, yang rela melakukan apa saja tanpa melihat halal-haram. Penguasa yang menghalalkan berbagai cara untuk kepentingan dan manfaat bagi para oligarki dan kapitalis hingga tidak lagi memperdulikan bahaya bagi alam dan lingkungan di negeri ini, dengan melakukan mengeruk habis alam dan kekayaan alam nya. Dengan alasan pembangunan infrastruktur, perumahan mewah ala kapitalis dan untuk kapitalis, alam pun dirusak, hutan-hutan dibabat habis, pohon -pohon di pegunungan di gunduli , demi ambisi proyek bisnis kapitalis yang mendatangkan keuntungan serta kekayaan yang besar yang tidak habis tujuh turunan, akibat nya terjadi lah banjir bandang, tanah bergerak, ketika curah hujan tinggi, karena tanah tidak lagi dapat menahan debit air yang tinggi , sementara di hilir, sungai-sungai yang ada dibawah tidak terurus dengan baik , akibat sistem birokrasi korupsi yang membuat dana yang keluar tidak tersentuh untuk digunakan mengeruk sungai dan membuat beteng-beteng yang tinggi daerah bantaran sungai dan waduk-waduk/bendungan -bendungan penampung air untuk menampung air hujan atau air kiriman dari pegunungan jika tiba musim hujan. Belum lagi daerah sawah dan pertanian sudah beralih kepada semen dan beton akibat pembangunan perumahan dan insfratruktur.
Penguasa yang rakus itu tidak lagi sempat memikirkan hal tersebut karena disibukkan dengan kepentingan keluarga, kelompok, serta para oligarki. Kalau pun ada perhatian hanya sekedar sebagai lips dan pencitraan didepan rakyat seakan telah berbuat . Sungguh miris di negeri yang begitu berlimpah ruah hasil kekayaan alam nya namun pemilik negeri ini adalah para penguasa oligarki dan kapitalis. Akibat nya untuk kepentingan umat bukan menjadi prioritas apalagi untuk memikirkan perbaikan alam dan lingkungan agar jauh dari bencana.
Inilah pelanggaran syariat yang terbesar tatkala negara tidak menerapkan syariat yang benar yaitu Islam .
Saatnya muhasabah dan bertaubat dengan berupaya agar syariat segera tegak dibawa kepemimpinan islam.
Kepemimpinan islam akan membangun tanpa merusak sehingga bencana bisa diminimalisir. Khilafah membangun tata cara kota Khilafah dengan bertujuan taqwa.
Maa syaa Allah dalam kepemimpinan islam terbukti dicontohkan pada 30 Juli 762 M oleh Khalifah al-Mansur ketika mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah. Al-Mansur sangat mencintai lokasi itu sehingga konon dia berucap, “Kota yang akan kudirikan ini adalah tempat aku tinggal dan para penerusku akan memerintah”.
Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibu kota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.
Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa. Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota. Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota. Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 Kilometer. Bulan Juli dipilih sebagai waktu mulai karena dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masya Allah percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir. Memang ada sedikit astrologi di situ, tetapi itu bukan pertimbangan utama. Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya. Abu Hanifah adalah penghitung batu bata dan dia mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia.
Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum.
Namun perencanaan kota juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan. Ada empat benteng yang mengelilingi Baghad, masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus, sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut. Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.
Allahu Akbar, sungguh jauh berbeda dengan pembangunan dalam kepemimpinan sistem demokrasi kapitalisme yang hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan buat oligarki tanpa nilai taqwa dan menimbulkan kerusakan pada alam dan lingkungan. Tidak kah kita merindukan sistem kepemimpinan islam ini?
Lalu bagaimana sistem Islam mengatasi banjir dan genangan. Khilafah Islamiyah tentu saja memiliki kebijakan canggih dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pascabanjir. Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka Khilafah akan menempuh upaya-upaya yaitu membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.
Di masa kekhilafahan Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak. Bendungan-bendungan itu terletak di sungai Tigris. Pada abad ke-13 Masehi, di Iran dibangun bendungan Kebar yang hingga kini masih bisa disaksikan.
Bendungan pengatur air (diversion dam) juga berhasil dibangun oleh sarjana-sarjana muslim. Bendungan ini difungsikan untuk mengatur atau mengalihkan aliran air. Bendungan pengatur air pertama kali dibangun di sungai Uzaym, di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan model ini dibangun di daerah-daerah lain di negeri Islam.
Pada 970 Masehi, orang-orang Yaman berhasil membangun bendungan Parada dekat Madrid, Spanyol. Hingga kini, bendungan-bendungan yang dibangun pada masa keemasan kekhilafahan Islam, masih bisa dijumpai di Kota Kordoba.