Bencana alam kerap dipandang sebagai fenomena alam yang tidak dapat dihindarkan. Padahal sejatinya semua itu terjadi bukan hanya faktor alam saja, bisa jadi ulah tangan manusia yang melanggar keseimbangan alam.
Yang menjadi sorotan akhir akhir ini adalah berita tentang bencana alam yang terjadi di Sukabumi. Dilansir dari detik.com yang dipublikasikan pada Ahad, 8-12-2024, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi menjelaskan bahwa bencana yang terjadi di berbagai kecamatan sangat bervariasi dengan tanah longsor, banjir, angin kencang, dan pergerakan tanah sebagai bencana utama yang merusak. Di Desa Loji, Kecamatan Simpenan, tanah longsor dan pergerakan tanah menyebabkan kerusakan rumah dan persawahan. Hal ini membuat beberapa warga terpaksa mengungsi. Di Desa Ciemas, tanah longsor memutuskan akses jalan utama, sementara di Kecamatan Tegalbuleud, banjir dan angin kencang merusak permukiman dan fasilitas umum. Kecamatan Gegerbitung dan Pabuaran juga mengalami kerusakan akibat pergeseran tanah, banjir besar, serta longsor yang menutup akses jalan.
Bencana alam sejatinya kerap dipandang sebagai fenomena yang tak bisa terhindarkan karena disebabkan oleh faktor alam. Padahal banyak bencana yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Contohnya eksploitasi sumber daya alam yang mengatasnamakan pembangunan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.
Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur’an bahwa kerusakan di darat dan laut adalah akibat ulah tangan manusia sendiri. Sayangnya, pelanggaran syariat terus terjadi, mulai dari penggundulan hutan, alih fungsi lahan, hingga pencemaran lingkungan. Semua ini dilakukan demi memenuhi ambisi jangka pendek yang sering kali melupakan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi. Ketika alam yang rusak merespons dengan bencana, manusia hanya bisa menyesali akibatnya tanpa mengubah akar permasalahan.
Baca juga: Pendanaan Tidak Mampu Mengatasi Perubahan Iklim
Sudah saatnya masyarakat melakukan introspeksi mendalam atas kerusakan yang terjadi. Tidak cukup hanya menyalahkan alam atau kebijakan tertentu, tetapi perlu ada kesadaran kolektif untuk bertobat dan memperbaiki cara hidup. Hal ini mencakup kembalinya umat kepada syariat Islam sebagai pedoman yang menyeluruh untuk mengatur kehidupan. Syariat Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan manusia dengan alam dan sesamanya.
Islam: Solusi Nyata Hadapi Bencana
Kepemimpinan Islam menawarkan solusi yang berbeda dalam menghadapi bencana. Sebagai sebuah sistem yang berlandaskan wahyu, Islam menetapkan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan keberkahan. Pembangunan dalam Islam tidak akan mengorbankan keseimbangan lingkungan, sebab manusia diberi amanah untuk memakmurkan bumi tanpa merusaknya. Prinsip ini menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
Islam: Raa’in dan Junnah
Negara Islam, dengan perannya sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung), memiliki visi jangka panjang dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Negara akan memastikan bahwa eksploitasi sumber daya dilakukan dengan cara yang adil dan tidak merusak. Contohnya, pengaturan penggunaan lahan, pengelolaan sumber daya air, dan perlindungan hutan dari kerusakan. Semua kebijakan ini didasarkan pada prinsip kemaslahatan umat dan keadilan.
Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-A’raf: 96, “Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” Ayat ini menunjukkan bahwa keberkahan dan kesejahteraan tidak hanya datang dari usaha manusia, tetapi juga dari kepatuhan kepada hukum-hukum Allah. Ketika syariat ditegakkan, berkah alam akan mengalir melimpah dan bencana bisa diminimalkan.
Kepemimpinan Islam: Pengawasan Taat Syariat
Dalam sistem kepemimpinan Islam, segala aktivitas pembangunan diawasi secara ketat untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap syariat. Setiap kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan akan dicegah sejak dini. Negara juga akan mendidik rakyat untuk mencintai alam sebagai bagian dari iman sehingga setiap individu memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kelestariannya.
Upaya perbaikan ini harus dimulai dari kesadaran individu yang kemudian berkembang menjadi gerakan masyarakat. Setiap individu memiliki peran untuk mengingatkan sesama agar tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, upaya memperbaiki kerusakan alam tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama.
Ketika syariat Islam tegak, negara tidak akan hanya mengejar keuntungan ekonomi semata, tetapi juga memastikan bahwa rakyat hidup sejahtera tanpa mengorbankan keseimbangan alam. Bencana yang selama ini kerap terjadi akibat kesalahan manusia bisa diminimalkan dan masyarakat dapat hidup dalam kedamaian serta keberkahan.
Oleh karena itu sudah saatnya kita bersama untuk berjuang menegakkan kembali sistem islam sebagaimana pada masa Rasulullah Saw. Kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab, serta pembangunan yang berpijak pada prinsip keberlanjutan, umat manusia dapat mewujudkan kehidupan yang lebih aman.
Wallahu ‘alam
Bencana alam kerap dipandang sebagai fenomena alam yang tidak dapat dihindarkan. Padahal sejatinya semua itu terjadi bukan hanya faktor alam saja, bisa jadi ulah tangan manusia yang melanggar keseimbangan alam.
Yang menjadi sorotan akhir akhir ini adalah berita tentang bencana alam yang terjadi di Sukabumi. Dilansir dari detik.com yang dipublikasikan pada Ahad, 8-12-2024, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi menjelaskan bahwa bencana yang terjadi di berbagai kecamatan sangat bervariasi dengan tanah longsor, banjir, angin kencang, dan pergerakan tanah sebagai bencana utama yang merusak. Di Desa Loji, Kecamatan Simpenan, tanah longsor dan pergerakan tanah menyebabkan kerusakan rumah dan persawahan. Hal ini membuat beberapa warga terpaksa mengungsi. Di Desa Ciemas, tanah longsor memutuskan akses jalan utama, sementara di Kecamatan Tegalbuleud, banjir dan angin kencang merusak permukiman dan fasilitas umum. Kecamatan Gegerbitung dan Pabuaran juga mengalami kerusakan akibat pergeseran tanah, banjir besar, serta longsor yang menutup akses jalan.
Bencana alam sejatinya kerap dipandang sebagai fenomena yang tak bisa terhindarkan karena disebabkan oleh faktor alam. Padahal banyak bencana yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Contohnya eksploitasi sumber daya alam yang mengatasnamakan pembangunan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.
Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur’an bahwa kerusakan di darat dan laut adalah akibat ulah tangan manusia sendiri. Sayangnya, pelanggaran syariat terus terjadi, mulai dari penggundulan hutan, alih fungsi lahan, hingga pencemaran lingkungan. Semua ini dilakukan demi memenuhi ambisi jangka pendek yang sering kali melupakan kewajiban untuk menjaga kelestarian bumi. Ketika alam yang rusak merespons dengan bencana, manusia hanya bisa menyesali akibatnya tanpa mengubah akar permasalahan.
Baca juga: Pendanaan Tidak Mampu Mengatasi Perubahan Iklim
Sudah saatnya masyarakat melakukan introspeksi mendalam atas kerusakan yang terjadi. Tidak cukup hanya menyalahkan alam atau kebijakan tertentu, tetapi perlu ada kesadaran kolektif untuk bertobat dan memperbaiki cara hidup. Hal ini mencakup kembalinya umat kepada syariat Islam sebagai pedoman yang menyeluruh untuk mengatur kehidupan. Syariat Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan manusia dengan alam dan sesamanya.