Oleh : Agustina Eka Wardani, S.Pd
(Aktivis Dakwah dan Pemerhati Sosial)
Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Paser mencatat angka kemiskinan ekstrem di Bumi Daya Taka per 2024 sudah berada pada 0,2 persen. Dari 10 Kecamatan, 4 di antaranya berada pada angka 0 persen atau bebas dari kemiskinan ekstrem.
Kepala Dinsos Kabupaten Paser, Hasanuddin menyatakan kemiskinan ekstrem merupakan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, hunian, pendidikan dan informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.(mediakaltim.com/12/11/2024)
Indonesia masih menggunakan standar lama internasional dalam menentukan kelompok yang masuk ke dalam bagian masyarakat miskin ekstrem. Ukuran standar internasional itu mengacu ketentuan Bank Dunia atau World Bank yang menetapkan garis kemiskinan terbaru sebesar US$ 3,2 per kapita per hari dari sebelumnya hanya US$ 1,9. Ukuran ini telah diadopsi sejak 2022 melalui angka Purchasing Power Parity (PPP) 2017 dari sebelumnya PPP 2011. Namun, Indonesia hingga kini masih menggunakan basis ukuran US$ 1,9.
Menurut Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, belum berubahnya ukuran kemiskinan ekstrem yang digunakan Indonesia dikarenakan sebatas untuk menjaga perbandingan jumlah orang miskin secara historis. Amalia mengatakan, BPS hingga kini belum ada rencana melakukan pengubahan metodologi pengukuran standar kelas miskin ekstrem sesuai standar baru Bank Dunia itu.
Sebagai informasi, sebetulnya belum adanya penyesuaian ukuran angka kemiskinan ekstrem di Indonesia sempat mendapat perhatian khusus dari para anggota dewan di Komisi XI DPR. Mereka mengkritisi jadulnya standar pengukuran kemiskinan ekstrem pemerintah ini setelah mendapatkan pemaparan dari Amalia bahwa jumlah orang miskin ekstrem di Indonesia per tahun ini hanya sebanyak 0,83% dari total penduduk per Maret 2024, turun dari catatan per Maret 2023 sebesar 1,12% dari total penduduk.
Indikator kemiskinan ekstrem yang disarankan oleh Bank Dunia adalah pendapatan per kapita yang sebesar 1,9 US Dollar atau kalau dirupiahkan sekitar Rp. 855.000 per bulan. Ini pun ternyata merupakan indikator lama yang belum diperbaharui di Indonesia.
Apabila mengacu pada ketentuan Bank Dunia atau bank yang terbaru bahwasanya garis kemiskinan ekstrem itu berada pada pendapatan 3,2 US Dollar per kapita per hari atau kalau dikonversikan ke dalam rupiah sekitar Rp. 1.440.000 per bulan.
Jika dalam sebuah keluarga terdapat 4 anggota keluarga maka sebuah keluarga yang pendapatannya berada di angka Rp. 5.760.000 sudah masuk kategori kemiskinan ekstrem.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat justru banyak yang di bawah angka 3 juta. Bahkan UMR di beberapa wilayah hanya di angka kurang lebih 3 juta. Jika kita mau jujur sebenarnya angka kemiskinan ekstrem di Indonesia itu jauh lebih banyak dari yang terdata.
Penajam Paser Utara (PPU) mencatatkan tingkat deflasi tertinggi di Kaltim sebesar 0,52 persen periode Agustus 2024. Penurunan harga ini ternyata tidak dibarengi dengan kualitas kemampuan daya beli masyarakat alias justru turun.(kaltimpost.id/24/11/2024)
Ilusi Penghapusan Kemiskinan Ekstrim dalam Sistem Kapitalisme
Berbagai cara strategis memang sudah pemerintah lakukan, tetapi hingga saat ini cara tersebut tidak menunjukkan hasil sesuai harapan, bahkan di beberapa wilayah justru mengalami kenaikan kemiskinan ekstrem. Ini menunjukkan bahwa semua upaya yang dilakukan belumlah pas. Gagalnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem adalah karena solusi yang ditempuh tidak menyentuh akar masalah.