Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Direktur Riset & Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo menilai pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik pada Oktober mendatang layak memiliki susunan kabinet yang banyak atau gemuk. Dengan syarat kabinet gemuk tersebut harus diisi orang-orang yang memiliki kemampuan dan latar belakang pengalaman yang sama dengan kementerian yang akan dipimpin. “Prabowo harus menempatkan orang-orang terbaik dan profesional yang sesuai dengan kebutuhan kementerian tersebut,” kata Ibnu dalam siaran persnya, Rabu (antaranews.com, 18-09-2024).
Untuk diketahui, wacana yang beredar menyebutkan jajaran kementerian yang akan mendampingi pemerintahan Prabowo-Gibran berjumlah 44 kementerian. Jumlah ini bertambah dari yang sebelumnya hanya sebanyak 34 kementerian. Ibnu menilai, ke-44 posisi menteri itu harus diisi oleh kalangan profesional agar dapat memberikan kinerja yang nyata dalam membangun kementerian tersebut.
Jika ini terjadi, tak terbayangkan berapa anggaran yang harus dikeluarkan. Belum lagi praktik balas budi menjadi potensi rawan yang akan terjadi. Penghamburan anggaran negara tak bisa dihindari. Beban biaya tunjangan dan gaji pun meningkat. APBN semakin menanjak dan akhirnya bisa dimungkinkan berkorelasi dengan naiknya pajak. Sebagaimana kita ketahui sumber utama APBN ini adalah dari pajak.
Kehidupan sebagai Menteri
Dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, pengangkatan menteri memang menjadi hak prerogatif presiden. Presiden yang memiliki wewenang untuk mengangkat menteri-menteri yang akan memimpin struktur kelembagaan negara di bawah presiden dari orang-orang yang berkompeten dan ahli di bidangnya. Seorang aparatur negara memiliki tugas yang berat, membantu presiden melaksanakan pengelolaan atas urusan rakyatnya secara adil. Demikianlah pelaksanaan sistem demokrasi yang dianut di negeri ini.
Namun ada hal yang harus diperhatikan terkait penambahan struktur, jabatan, dan pengangkatan orang yang akan melakukan tugas-tugas kenegaraan ini bukan karena bagi-bagi kursi. Di negeri ini keadilan hukum atas rakyat masih disangsikan, sehingga sangat dikhawatirkan dasar pengangkatan dan penempatan orang-orang dalam jabatan tidak sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki.
Jika kita mau melihat kembali sejarah Islam, Raja’ bin Haiwah beberapa kali menjabat sebagai wazir (menteri) bagi sebagian khalifah Bani Umayyah, sejak Abdul Malik bin Marwan hingga Umar bin Abdul Aziz. Di antara para khalifah, ia menjalin kedekatan yang sangat erat dengan Sulaiman bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.
Para khalifah Bani Umayyah begitu menghormati Raja’ karena ketepatan pendapatnya, kebenaran argumentasinya, keikhlasan niatnya, dan kebijaksanaannya mengurai masalah. Semua keutamaan itu bertambah dengan kezuhudannya dari kemewahan dunia yang ada dalam kekuasaan para khalifah.
Para khalifah Bani Umayyah merasa beruntung memiliki menteri sekaliber Raja’ bin Haiwah. Nasihat berharganya selalu dapat memalingkan para khalifah dari keburukan. Ia menampakkan kebenaran kepada mereka dan menghiasinya hingga mereka mengikutinya. Ia juga kerap memperlihatkan kebatilan mereka dan melarang mereka melakukannya. Ia adalah teladan seorang menteri yang senantiasa memberi nasihat kepada penguasa untuk Allah Swt., Rasul-Nya, para pemimpin, dan kaum muslim.
Kisah Raja’ bersama Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik terangkum dalam cerita berikut.
“Aku pernah berdiri bersama Sulaiman bin Abdul Malik di hadapan banyak orang. Tiba-tiba aku melihat seseorang menuju kami dari tengah barisan. Orang itu berwajah tampan dan aura kewibawaannya terpancar. Orang itu terus membelah barisan dan aku tidak meragukannya bahwa ia menghendaki Khalifah. Akhirnya, ia berada di depanku dan berdiri di sampingku, kemudian ia mengucapkan salam kepadaku dan berkata,
“Wahai Raja’, sesungguhnya engkau mendapat ujian melalui orang ini (maksudnya Khalifah). Mendekatinya akan mendatangkan banyak kebaikan maupun kejahatan. Jadikanlah kedekatanmu dengannya untuk kebaikan bagi dirimu dan orang lain.”
“Ketahuilah wahai Raja’, apabila seseorang memiliki kedudukan di sisi penguasa, kemudian ia mengurus kebutuhan orang yang lemah yang tidak mampu mengadukannya kepada penguasa, maka ia akan menjumpai Allah Swt. pada hari kiamat nanti dengan kedua kaki yang mantap untuk dihisab.”
“Ketahuilah wahai Raja’, siapa saja yang suka membantu hajat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Ketahuilah wahai Raja’, bahwa amalan yang disukai Allah adalah apabila seseorang menyenangkan hati muslim lainnya.”
Ketika aku sedang menghayati perkataan orang itu dan ingin mendapatkan lebih banyak darinya, tiba-tiba Khalifah memanggilku seraya berkata, “Di mana Raja’ bin Haiwah?” Lalu aku berjalan mendekatinya dan berkata, “Aku di sini, wahai Amirulmukminin.”
Khalifah bertanya kepadaku tentang satu hal. Setelah menjawabnya, aku menoleh ke arah orang tadi. Namun, aku tidak menemukannya. Lalu aku mencarinya di semua tempat, tetapi aku tetap tidak menemukannya.