Oleh Sujilah
Pegiat Literasi
Permasalahan negeri ini kian hari kian terasa berat. Harga kebutuhan bahan pokok yang terus naik, problem kesehatan yang masih menumpuk, pendidikan mahal, dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Rakyat dituntut untuk berjuang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemudian muncul kebijakan dari pemerintah yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari desa. Bupati Bandung Dadang Supriatna didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bandung, Camat Cileunyi dan Kepala Desa Cileunyi Wetan, menyerahkan BLT kepada 55 keluarga penerima manfaat (KPM) program tahap pertama dana desa pada “Gebyar Kegiatan” penyerahan bantuan yang bersumber dari Anggaran Dana Desa (ADD) dan Alokasi Dana Perimbangan Desa (ADPD). Pemerintah Desa Cileunyi Wetan memprioritaskan penyerahan BLT pada KPM dengan kondisi sakit menahun, sakit kronis dan lansia. (kimbandungkab.go.id, 9/7/2024)
Kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi rakyat miskin. Namun sayang, faktanya tidak semua rakyat mendapatkan bantuan. Selain itu, dana BLT belum menyeluruh dan belum merata, orang yang sakit kronis dan lansia perlu mendapat perhatian serius. Tidak cukup dengan BLT yang diberikan berkala, kebutuhan pokok yang rutin lainnya pun harus dipenuhi. Tanggung jawab keluarga, perhatian masyarakat apalagi negara sangat dibutuhkan. Harus diperhatikan pula, pemberian BLT rawan disalahgunakan di saat-saat mendekati pemilu atau pilkada, hal ini bisa menjadi bagian dari money politic, khususnya bagi para petahana yang kembali berlaga.
Selain itu, persoalan teknisnya juga memiliki berbagai masalah. Dari data ganda dan mekanisme yang berbelit, besaran dana yang dialokasikan negara seringkali mengusik rasa keadilan publik. Bahkan sering kita temukan yang menerima bantuan adalah masyarakat kalangan mampu dari segi finansial. Semua ini membuktikan bahwa pemerintah pusat memiliki masalah klasik validasi data yang diragukan. Ditambah lagi prasyarat yang rumit membuat banyak rakyat miskin yang tidak menerima bantuan, penyebabnya tidak semua rakyat miskin mempunyai kelengkapan administrasi dan nomor rekening.
Kesejahteraan yang buruk dengan menjadikan BLT sebagai solusi beserta segala karut-marutnya adalah buah dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Inilah bansos ala kapitalis, bertahun-tahun bantuan ini diberikan tapi nyatanya tidak mampu mengurangi kemiskinan secara signifikan, yang ada justru kemiskinan semakin bertambah. Sesungguhnya hal ini merupakan akibat dari salahnya kebijakan, selama sebab utamanya belum terselesaikan, maka rakyat terus akan terdzolimi. Kapitalisme yang hanya fokus pada keuntungan materi, tidak akan menjadikan rakyat sebagai pihak yang wajib diurus dan diayomi, apalagi dilindungi. Sebaliknya rakyat selalu menjadi korban dari penerapan aturan hidup yang salah ini. Begitulah wajah asli dari sistem hidup buatan manusia.
Berbeda denga sistem Islam, kesejahteraan adalah hak seluruh rakyat dan kewajiban negara. Keterpenuhan sandang, pangan, papan, juga kebutuhan rakyat berupa kesehatan, pendidikan, dan keamanan merupakan tugas negara. Dalam pelaksanaannya, berawal dari mewajibkan kepala keluarga (ayah/suami) untuk memenuhi kebutuhan asasi keluarganya. Negara pun bertanggungjawab membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja yang luas bagi laki-laki dewasa.
Adapun kebutuhan komunal dipenuhi oleh negara dengan cara menyediakan dan menyelenggarakan akses kesehatan, keamanan dan pendidikan secara murah bahkan gratis untuk rakyat. Negara dalam sistem Islam sangat mampu memberikan kesejahteraan yang hakiki bagi rakyatnya. Dengan spirit ketakwaan para penguasa, perkara kesejahteraan rakyat harus diprioritaskan dan diwujudkan.