Oleh Neneng Sriwidianti
Pengasuh Majelis Taklim
Menjelang pergantian tahun baru 2025, rakyat mendapatkan kado pahit dari pemerintah, berupa kenaikan PPN 12%. Pemerintah pun mencari berbagai cara agar kebijakannya bisa diterima rakyat tanpa adanya gelombang penolakan. Bansos dan subsidi berupa diskon listrik pun menjadi kebijakan yang digelontorkan agar terlihat seolah-olah berpihak kepada rakyat.
Pemerintah sedang mempersiapkan data dan skema untuk penyaluran bantuan sosial (bansos) kepada kelas menengah yang terdampak oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjelang tahun baru 2025, dengan tujuan agar bantuan tersebut bisa tepat sasaran. Muhaimin Iskandar, Menko Pemmas (Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat) menekankan perlunya bantuan bagi kelas menengah untuk mencegah mereka terjerumus ke dalam kemiskinan akibat kenaikan PPN. (Katadata.com.id, 2/12/2024)
Selain bansos, berupa bantuan pangan beras kemasan 10 kg selama 12 bulan kepada 16 juta keluarga penerima manfaat, pemerintah pun memberikan diskon 50% tarif listrik selama dua bulan. Diskon ini diberikan untuk daya terpasang 450 VA sampai 2.200 VA. Berlaku bagi 81,4 juta pelanggan listrik PLN, yang terdiri dari 24,6 juta pelanggan listrik 450 Watt; 38 juta pelanggan 900 watt; 14,1 juta pelanggan 2.200 watt.
Latar Belakang
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% karena beberapa faktor, yang umumnya terkait dengan kebutuhan fiskal dan dinamika ekonomi. Berikut adalah faktor-faktor tersebut:
Pertama, meningkatkan pendapatan negara. Peningkatan tarif PPN bertujuan untuk menambah penerimaan negara, terutama dalam menghadapi kebutuhan anggaran yang semakin besar, seperti pembiayaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program perlindungan sosial.
Kedua, memperluas basis pajak. Peningkatan tarif PPN merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap PDB (tax ratio), yang sering kali dinilai masih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Ketiga, mengurangi ketergantungan pada utang. Dengan meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada utang, terutama di tengah tingginya kebutuhan pembiayaan akibat pandemi COVID-19 dan dampaknya terhadap ekonomi.
Keempat, penyesuaian dengan standar internasional. Tarif PPN di Indonesia sebelumnya sebesar 10%, lebih rendah dibandingkan rata-rata global (sekitar 15-20%). Peningkatan ini dianggap sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan standar internasional.
Kelima, diversifikasi sumber pendapatan. Dengan meningkatnya tarif PPN, pemerintah berharap dapat mendiversifikasi sumber pendapatan negara selain dari pajak penghasilan, royalti, dan komoditas sumber daya alam.
Keenam, peningkatan efisiensi sistem pajak. Reformasi perpajakan yang mencakup kenaikan PPN bertujuan untuk menyederhanakan sistem pajak, menutup celah kebocoran pajak, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Apapun alasan pemerintah menaikkan PPN, inilah konsekuensi diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Kebijakan yang dikeluarkan adalah kebijakan populis otoriter, kebijakan tambal sulam yang tidak akan menyelesaikan masalah.