Opini

Banjir Produk Murah Cina, Produk dalam Negeri Tereliminir, PHK Kian Nyata Terjadi

296
×

Banjir Produk Murah Cina, Produk dalam Negeri Tereliminir, PHK Kian Nyata Terjadi

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Produk manufaktur China terus menggempur pasar domestik RI. Belakangan yang mencuat diantaranya tekstil hingga keramik.Ada kekhawatiran industri RI tidak sanggup dengan gempuran tersebut dan akhirnya keok. Apalagi impor barang murah dari China sudah lama terjadi dan China terus melakukan inovasi dan penetrasi pasar Indonesia melalui penguatan efisiensi dan skala ekonomi, sehingga biaya rata rata yang rendah menyebabkan komoditi mereka semakin kompetitif. (CNBC Indonesia, 26-07-2024).

Sepanjang 2023, terdapat 150 ribu karyawan di-PHK. Redma mengatakan hal ini mulai terjadi saat adanya China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) pada 2012. Cina sejak lama telah menjadi global leader dan menguasai lebih dari 50% produksi tekstil dunia sejak 2014. Tidak heran Indonesia menjadi target pasar bagi produsen tekstil Cina.

Berdagang dengan Cina Siap Merugi
Sebetulnya sejak akan diberlakukannya CAFTA pada 2010, banyak pihak telah mengingatkan bahaya bagi Indonesia jika memaksakan diri bergabung dalam liberalisasi perdagangan ini. Kondisi ambruknya industri tekstil sekarang sudah diprediksi banyak ekonom sebelum CAFTA diberlakukan. Namun pemerintah tetap saja menyambut kebijakan ini.

Terlebih lagi sejak CAFTA dimulai, Indonesia selalu saja defisit neraca dagang dengan Cina sampai saat ini. Namun CAFTA ini tetap saja tidak dibatalkan pemerintah. Bahkan yang terjadi sekarang Indonesia sudah terjebak dalam perdagangan bebas. Di antaranya banjirnya produk impor yang membuat industri dalam negeri sekarat lalu tewas dan makin bergantung dengan impor. Itulah yang terjadi pada industri tekstil Indonesia saat ini.

Seharusnya apa yang terjadi pada industri tekstil menjadi tanda keras bagi pemerintah terhadap sektor industri lain yang bergantung pada impor dan juga bersaing dengan produk impor. Bahkan, yang diimpor juga barang-barang konsumsi yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri. Walhasil industri dalam negeri terpukul karena harus bersaing dengan barang-barang murah dari Cina. Produk Indonesia yang masih berbiaya tinggi bersaing dengan produk Cina yang murah karena pemerintahnya mendukung industri manufaktur, baik dari sisi perizinan, tenaga kerja, maupun insentif ekspor. Bahkan, baru-baru ini, pemerintah Cina telah mengeluarkan rancangan peraturan untuk mendorong pembangunan gudang di luar negeri dan memperluas bisnis e-commerce lintas batas atau kerap diistilahkan “cross-border”.

Indonesia menjadi tergantung pada impor. Akibat makin bergantung pada impor, rakyat Indonesia semakin dirugikan. Di antaranya akan banyak pabrik yang tutup sehingga PHK makin masif. Makin tinggi impor, harga barang juga akan naik. Akibatnya, daya beli melemah dan makin banyak yang miskin. Tentunya kondisi sosial masyarakat akan makin buruk. Menyedihkan memang. Berdagang dengan Cina ternyata tidak membawa pada kemaslahatan. Hidup merugi terus saja menghampiri.

*Liberalisasi.Ekonomi dan Jebakan Investasi Asing*

Saat liberalisasi perdagangan diaruskan di Indonesia, Industri Indonesia belumlah mapan dalam hal penguasaan teknologi industri mandiri. Ketika Indonesia banyak terlibat dalam kesepakatan perdagangan dan ekonomi, untuk membuka akses pasar, Hal ini menutup Indonesia untuk dapat mengembangkan industri dengan teknologi tinggi pada masa depan. Hal ini sudah dirasa saat ini di negeri kita tercinta.

Saat arus digitalisasi makin meluas, liberalisasi pun kian semarak. 90% produk e-commerce berasal dari produk asing. Serbuan produk asing di e-commerce menjadi tidak terelakkan mengingat Indonesia merupakan pasar terbesar e-commerce di Asia Tenggara. Riilnya, di pasar-pasar tradisional dan modern produk asing begitu membanjiri.

Begitu pula saat Indonesia membuka pasarnya. Potensi besar rakyat telah dilepas kepada asing. Alih-alih membangun kemandirian, Indonesia malah membuka kerja sama perdagangan bebas secara masif.

Seiring dengan liberalisasi, jebakan investasi pun mengikuti. Saat banyak pabrik tutup, pemerintah malah menyolusi dengan membuka keran investasi asing dengan dalih membuka lapangan kerja, padahal sudah terbukti jika investasi asing selama ini tidak menjamin terbukanya lapangan kerja secara masif karena lebih ke arah padat modal bukan padat karya. Selain itu, investasi Cina selalu mengutamakan warga negara mereka untuk jadi pekerjanya. Alhasil, serbuan TKA Cina di membuat kecemburuan sosial meninggi seperti yang telah terjadi di sektor nikel. Jadilah PHK kian merajalela. Para pekerja dalam negeri akhirnya merana.

*Islam Ciptakan Stabilisasi Ekonomi Utamakan Kemandirian Negeri*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *