Oleh : Julia Handayani
Mahasiswi Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menyatakan renovasi dan rehabilitasi sekolah yang akan dimulai pada tahun 2025 bertujuan agar anak-anak Indonesia bisa bersekolah dengan lebih layak. Anggaran yang akan dialokasikan untuk renovasi sekolah tersebut sebesar Rp19,5 triliun. Adapun ruang lingkup renovasi dan rehabilitasi sekolah tersebut meliputi rehabilitasi pada ruang kelas dan non ruang kelas dalam kondisi minimal ruak sedang beserta perabot (Antara news).
Presiden Prabowo mengakui masih banyak sekolah yang perlu diperbaiki di luar 10.440 sekolah target tersebut. “Saya yang paling sadar bahwa ini masih harus ditingkatkan. Bukan 10 ribu sekolah yang perlu diperbaiki, kita punya 330 ribu sekolah lebih. Jadi pekerjaan kita tidak ringan, tapi kita bertekad untuk bekerja keras,” tutur Prabowo.
Dapat kita lihat begitu banyaknya bangunan sekolah tidak layak menjadi salah satu indikasi kurangnya kepedulian negara terhadap generasi baik dalam hal keselamatan siswa, kenyamanan belajar, kegiatan belajar. Padahal proses belajar mengajar adalah proses yang sangat penting dan membutuhkan kondisi yang aman dan nyaman serta keselamatan anak terjamin termasuk bangunan yang memadai. Namun penguasa yang tidak peduli tidak akan memenuhi kebutuhan tersebut, bahkan abai karena penguasa jauh dari mafhum ra’awiyah (mengurus rakyat).
Inilah watak negara dalam naungan kapitalisme. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam menentukan masa depan bangsa, ia juga kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Sayangnya dalam sistem kapitalisme, negara tidak berpihak penuh pada rakyat. Hal ini makin jelas ketika sekolah berdiri karena kebutuhan rakyat, namun negara tidak memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.
Negara memang sudah mengalokasikan anggaran pendidikan. Namun, sayangnya anggaran sebenarnya sangatlah sedikit. Itupun hari ini ada banyak hal yang membuat anggaran tak dapat terserap sempurna, salah kelola, bahkan juga menjadi ajang korupsi.
Di sisi lain, negara semakin menunjukkan karakter kapitalistiknya dengan mudahnya mengubah anggaran pendidikan. Hal ini semakin membuktikan bahwa negara semakin lepas tangan terhadap pemenuhan hak-hak rakyatnya.