Opini

Bangga di Atas Derita, Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

246
×

Bangga di Atas Derita, Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Sebarkan artikel ini

Oleh Irma Faryanti
Pegiat Literasi

Pajak seringkali dijadikan sebagai tulang punggung bagi sebuah negara. Bahkan menjadi instrumen penting bagi suatu bangsa dalam meraih cita-citanya untuk lebih maju, selain itu juga difungsikan sebagai penunjang terwujudnya kesejahteraan dan keadilan.

Dalam rangka memperingati hari pajak nasional yang jatuh pada 14 Juli, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan rasa bangganya atas hasil kerja jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang telah berhasil meningkatkan penerimaannya secara signifikan. Pada tahun 1983, yang diterima hanya Rp13 triliun, pada 1998 menjelang 2000 menjadi Rp200 triliun, dan saat ini meningkat hampir 5 kali lipat. (CNN Indonesia, Ahad 14 Juli 2024)

Menkeu memuji perkembangan penerimaan pajak yang terus membaik. Ia pun mengimbau agar tanggung jawab dan tugas ini dilakukan dengan sepenuh hati dan meminta agar Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab di Undang-undang APBN untuk mencapai target Rp1.988,9 triliun pada tahun 2024 ini.

Lebih lanjut, wanita yang biasa disapa Ani ini menyatakan bahwa dalam proses mencapai target penerimaan pajak, pasti akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: perubahan iklim, sektor keuangan yang terganggu, bencana alam juga pesatnya perkembangan digitalisasi. Di setiap kondisi naik dan turunnya gejolak, Direktorat Pajak harus menjadi institusi yang bisa diandalkan.

Ani mencontohkan, pada tahun 1983 terjadi banjir minyak yang menyebabkan naiknya harga dari 12-US$24. Perubahan teknologi digital juga pernah dialami (2000) di mana gaya dan cara hidup serta perekonomian pun berubah. Hingga akhirnya negara ini sempat mengalami krisis perekonomian global, yang berdampak pada terpukulnya penerimaan pajak. Dan Direktorat Pajak menjadi lembaga yang bertanggung jawab dalam menghadapinya.

Kapitalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan, salah satunya adalah kepemilikan terhadap sesuatu. Setiap orang dianggap berhak memiliki apapun yang diinginkan, kekuatan modal yang dimiliki akan menjadi kekuatan untuk menguasai sumber-sumber ekonomi, tanpa peduli apakah yang dikuasai adalah termasuk milik rakyat ataukah tidak. Kekayaan alam yang melimpah pun dikeruk keuntungannya, sementara negara hanya memungut pajak yang jumlahnya tidak sebanding dengan apa yang mereka kelola.

Maka tidak heran jika di negeri yang subur dan kaya akan sumber daya alamnya, rakyat justru jauh dari kata sejahtera. Yang ada hanyalah penderitaan, karena masyarakat seolah dituntut membayar sendiri untuk mendapatkan pengayoman dan pengurusan dari penguasa, melalui pajak yang dibebankan atas mereka juga utang luar negeri untuk menopang perekonomian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *