Opini

Ballerina Farm, Gorengan Misoginis dan Seksis dalam Hidangan Kapitalis

720
×

Ballerina Farm, Gorengan Misoginis dan Seksis dalam Hidangan Kapitalis

Sebarkan artikel ini

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Hannah ‘Ballerina Farm’, seorang influencer terkenal dengan julukan ‘tradwife’, menjadi subjek kontroversi setelah beberapa artikel menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh misoginis dalam kehidupannya. Hannah Neeleman dan suaminya, Daniel Neeleman, memiliki 328 hektar lahan pertanian di Utah. Mereka memiliki delapan anak dan menjalani kehidupan yang kental dengan tradisi tradwife. Konten Hannah yang menampilkan kehidupan sehari-hari, seperti memasak, merawat anak, dan mengelola hewan ternak, telah menarik perhatian lebih dari 9,3 juta pengikut di Instagram dan 8,9 juta di TikTok. Kontroversi muncul ketika The Times menulis bahwa Hannah mungkin telah mengorbankan impian dan pendidikannya untuk menikah dengan Daniel. (Liputan6.com, 30-07-2024).

Berbagai dugaan ditimpakan pada kehidupan Hannah. Beberapa berita terkait keluarga ini, terutama yang dikaitkan dengan nasib Hannah yang dianggap objek penderita, berlalu lalang hingga memunculkan berbagai persepsi tentang hidup Hannah. Hannah yang menderita, Hannah yang melarat, Hannah yang kehilangan mimpi, bahkan sampai pada Hannah korban seksis sampai misoginis, menjadi gorengan yang tak henti dijajakan di tengah publik.

Hal yang paling mengerikan adalah terkait misoginis sebagai kelanjutan dari seksis. Menurut terapis pernikahan dan keluarga dari Houston, Roma Williams,”Misogini adalah ketidaksukaan, penghinaan, atau prasangka terhadap wanita. Sementara seksisme adalah diskriminasi atau prasangka terhadap orang yang berjenis kelamin lawan.” Spesifikasinya, kalau seksisme bisa diterapkan kepada siapa saja yang mendiskriminasi lawan jenis mereka, sedangkan misogini secara khusus merujuk sampai pada adanya kebencian dan diskriminasi terhadap wanita.

Jika sudah begini, publik siap menyantap gorengan tersebut dan menyampaikan pandangan-pandangannya terkait ini. Cara pandang tertentu akan sangat mempengaruhi pendapat orang per orang sampai pada mempengaruhi gaya hidup. Bisa mengikuti, menyalahkan, bahkan sampai pada mendiskreditkan cara pandang agama serta adanya pendapat terkait ketidakadilan dan kesetaraan gender.

*Gorengan Misoginis dan Seksis dalam Hidangan Kapitalis*

Untuk mengurai sejauh mana gorengan ini laris manis mengerucutkan sebuah pandangan yang mengarahkan pada ketidakadilan gender, maka butuh untuk membawa pikiran pada arah yang tidak hanya menenggelamkan pada masalah perasaan semata. Menilai secara dangkal yang akhirnya jatuh pada misleading opini.

Mengutip dari FYPmedia.id 01-08-2024, tentang aspek Seksisme dan Misoginis dalam kasus Ballerina Farm, ada 3 kontroversi Ballerina Farm yang mencerminkan beberapa isu seksisme dan misoginis dengan lebih luas:

1. Ekspektasi Gender Tradisional

Di poin ini, dijabarkan bahwa ada seksisme dalam “Trad Wife”: Konsep “Trad Wife” mengandung unsur seksisme dengan menekankan peran perempuan sebagai pengurus rumah tangga, mengesampingkan aspirasi profesional atau individu mereka. Meskipun beberapa perempuan memilih peran ini secara sukarela, adanya tekanan sosial untuk mematuhi norma-norma gender tradisional dapat membatasi kebebasan pilihan mereka.

Dari poin pertama yang menyoroti konsep “Trad Wife” yang dinilai mengandung seksisme, yang pada faktanya digambarkan karena ada pilihan perempuan sebagai pengurus rumah tangga dalam kasus Ballerina Farm, sejatinya penjabaran di atas terlalu mengecilkan peran sebagai pengurus rumah tangga. Peran ini seolah dipilih perempuan sukarela atau tidak, keduanya merelasikan adanya tekanan norma. Seolah pilihan ini tak bernilai apa-apa, hanya sekadar perempuan biasa yang urusannya dapur sumur kasur.

Sungguh jika cara pandang kapitalis menuntun cara berpikir, memang pada akhirnya peran pengurus rumah tangga tampak tak membahagiakan. Bayangkan, hidup di pedesaan, mengurus delapan anak, mengurusi segalanya tanpa profit materi, bagi pandangan kapitalis ini adalah hidup rumit yang menyempitkan area kebebasan perempuan. Kebahagiaan materi tak dirasakan. Walhasil gorengan seksis pun laku di kalangan perempuan diperkuat oleh berbagai pandangan para pejuang feminis.

2. Penggambaran Tidak Realistis

Di poin ini dijabarkan tentang misoginis dalam penyampaian citra. Dalam kasus Ballerina Farm, penggambaran kehidupan tradisional dan sederhana sementara memiliki latar belakang kaya raya bisa dianggap misoginis karena menciptakan standar yang tidak realistis bagi perempuan lain. Dikatakan hal ini bisa memicu rasa rendah diri dan ketidakpuasan di kalangan perempuan yang tidak dapat memenuhi standar ideal yang ditampilkan.

Cara pandang kapitalis pada penjabaran ini pun tampak jelas. Mengarahkan pada pandangan bahwa jika kaya raya itu tidak perlu hidup bersahaja. Seakan tidak menikmati hidup, bahkan memicu rendah diri dan tidak puas terkait hidup yang dijalani. Fakta Ballerina Farm akhirnya diselaraskan dengan misoginis yang menimpa Hannah, hingga muncul penilaian bahwa hidup Hannah tidak realistis karena harusnya Hannah bisa mendapat kehidupan yang layak tanpa repot-repot ngurus anak dan segalanya terkait hidupnya. Walhasil gorengan misoginis pun turut laris dihidangkan dengan sudut pandang kapitalis yang juga didukung kuat para pejuang feminis yang menganggap hidup Hannah menjadi tidak realistis dengan hidup yang dipilihnya.

3. Peran Dominan Laki-Laki
Di poin ketiga ini digambarkan tentang seksisme dalam kontrol narasi. Menurut laporan dari jurnalis The Times of London menyebutkan bahwa Hannah Neeleman sering disela atau dikoreksi oleh suami atau anaknya saat memberikan jawaban. Hal ini mencerminkan dominasi laki-laki dalam mengontrol narasi, yang bisa diartikan sebagai seksisme, dengan mengurangi suara perempuan dalam bercerita atau berbagi pengalaman.

Di penggambaran poin ketiga ini pun, kontrol narasi yang disudutkan pada suami Hannah yang sering menyela Hannah hingga setiap narasi Hannah seakan dibatasi sang suami, diakhiri dengan penisbatan adanya dominasi laki-laki yang membatasi peran perempuan untuk berbicara. Tentunya pembatasan suami ini pun tidak disukai kapitalis. Walhasil dengan menginisiasi suami Hannah sebagai pelaku pembatas narasi, seolah dominasi laki-laki sungguh terjadi dan misoginis diduga terjadi. Feminis garang terkait ini.

Sungguh, jika cara pandang kapitalis terus digunakan untuk menggoreng menu misoginis dan seksis dalam hidangan yang ditawarkan, misleading opini akan terus terjadi sampai pada titik memonsterisasi berbagai peran mulia perempuan dalam kehidupan. Terlepas dari cerita Hannah itu benar atau tidak, sesuai dengan kenyataan atau tidak.

*Hakikat Reposisi Peran Perempuan dalam Islam*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *