Opini

Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Anak Usia Sekolah dan Remaja, Tepatkah?

271

Oleh Sri Rahayu Lesmanawaty

(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Presiden Joko Widodo ikut mengatur ketentuan pemberian alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (news.detik.com, 06-08-2024).

Dikutip dari Situs Kemkes 30-7-2024, Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin menjelaskan, pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. “Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri”.

Semakin mengerikan kondisi negeri ini. Bagaimana bisa reformasi bangunan kesehatan diukur dengan menyelipkan aturan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja. Apa maksudnya ini? Bendungan kesabaran ini rasanya sudah jebol jika dihadapkan dengan aturan model ini. Tidak terpikirkankah oleh pembuat kebijakan negeri ini, bahwa aturan ini sangat tidak bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan kesehatan rakyat di negeri ini jika dihubungkan penyediaannya untuk anak dan remaja. Di tengah kehidupan bebas seperti ini, alat kontrasepsi bisa disalahgunakan untuk semakin bebasnya generasi melakukan seks bebas. Lalu tepatkah aturan ini diterapkan?

*Asuhan Kental Sekulerisme Kapitalisme Liberal*

Sungguh aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja yang dimainkan oleh penguasa, telah menunjukkan begitu kentalnya negeri ini diasuh oleh sekulerisme kapitalis liberal. Spirit layanan kesehatan reproduksi mendorong pembuat kebijakan yang tak patut untuk generasi. Alat kontrasepsi yang sejatinya diperuntukkan bagi yang sudah menikah, bebas merdeka digunakan oleh anak sekolah dan remaja yang notabene mereka belum menikah.

Budaya sekuler liberal mewarnai pola pikir pembuat kebijakan di negeri ini. Dengan aturan yang dibuatnya, negara menjerumuskan aset bangsa untuk bebas berzina, perilaku yang diharamkan dalam Islam sebagai agama mayoritas yang dipeluk penduduk Indonesia. Bagaimana bisa, penguasa begitu tega membudayakan perbuatan keji ini di tengah penduduknya yang muslim dengan menayangkan aturan penyediaan kontrasepsi. Sungguh ini merupakan penghinaan atas kemuliaan dari larangan perbuatan seks bebas yang diatur dalam Islam.

Terlebih lagi selama paham kebebasan berperilaku dan industrialisasi kesehatan dijadikan spirit untuk menangani kesehatan sistem reproduksi, yang ada hanyalah makin menguatnya ancaman berbagai penyakit menular seksual, ancaman kepunahan ras, dan meluasnya kerusakan moral di tengah masyarakat. Belum lagi kurikulum pendidikan sekuler dan keseluruhan unsur peradaban kapitalisme yang ada, begitu kejam membentuk gaya hidup hedonistik, materialistis, dan individualistis di kalangan pelajar dan remaja.

Sangat menyedihkan. Pengarusan agenda kespro, termasuk untuk anak usia sekolah dan remaja, selama dua puluh tahun ini telah menghasilkan penurunan total fertility rate (FR) lebih dari dua kali diperparah dengan tren meningkatnya kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan prevalensi pengidap penyakit menular seksual HIV/AIDS yang mengkhawatirkan pada anak usia sekolah dan remaja.

Miris. Spirit paham kebebasan begitu nyata dalam konten-konten yang menginformasikan berbagai hal yang penuh stimulan naluri seksual secara nakal pada kalangan anak usia sekolah dan remaja. Parahnya lagi upaya preventif dan kuratif yang dijiwai industrialisasi kesehatan tunduk pada kepentingan industri keuangan finansial kapitalisme asuransi kesehatan, di samping berbagai industri lain terkait pelayanan kesehatan, dalam hal ini pelayanan kespro. Bubrah sudah seluruh lini berisi kapitalisasi yang meracuni birahi anak negeri. Inikah yang dimaksud prestasi?

*Legalisasi Kontrasepsi Menuntun Legalisasi Zina*

Mengaminkan PP Nomor 28 Tahun 2024 sama saja dengan menjerumuskan dan memberikan fasilitas pada anak usia sekolah dan remaja dalam pergaulan bebas di kalangan usia sekolah dan remaja. Legalisasi kontrasepsi bisa menuntun legalnya zina. Seharusnya jika memang tujuannya adalah menghindarkan anak sekolah dan remaja melakukan seks bebas, jalan satu-satunya adalah menghentikan aktivitas seks bebas yang mereka lakukan, bukan memberi fasilitas alat kontrasepsi agar terhindar dari penyakit. Penyediaan fasilitas alat kontrasepsi telah salah arah karena akibatnya akan sangat menyeramkan untuk kalangan remaja dan anak sekolah. Seks bebas semakin subur, zina makin makmur, hidup mereka kian ngelantur.

Tragis. Keberadaan PP ini jelas melegalkan seks bebas. Pelakunya tidak mendapat sanksi tegas, namun diberi fasilitas. Alat kontrasepsi dibekalkan pada anak negeri sekolah ini menjadi pelindung mereka dari risiko seks bebas.

Kemudahan mendapatkannya pun begitu diperhatikan. PP tersebut mengharuskan tenaga kesehatan terkait untuk memberikan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah yang membutuhkannya. Nakes dipaksa untuk memberikan fasilitas pada perbuatan seks bebas yang akan dilakukan oleh remaja dan anak usia sekolah. Menyedihkan!

Sungguh negara telah lalai atas hal ini. Lalai untuk bertanggung jawab atas masa depan generasi remaja dan anak usia sekolah dalam keadaan terbaiknya. Lalai untuk menjaga anak negeri agar tidak melakukan seks bebas yang akan menghancurkannya. Alih-alih memberi aturan untuk keselamatan aset terbaiknya, kebijakan penyediaan kontrasepsi yang dipengaruhi oleh paham-paham kebebasan yang merusak malah diteken. Zina seakan lumrah. Larangan pun ditabrak.
Firman Allah Ta’ala Al-Isra ayat 32 tentang larangan zina,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” dilanggar.

Demikian pula An-Nur ayat 2, yang menekankan hukuman terhadap pezina seakan tidak dipedulikan.

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Ketulusan pemerintah yang bermaksud menjadikan generasi ini mulia, sehat sejahtera, dan terjauhkan dari ancaman kepunahan, dipertanyakan dengan meluncurnya PP 28/202 berikut undang-undangnya. Seharusnya pemerintah mengakhiri dedikasinya bagi kapitalisme sekularisme sebagai biang keladi segala persoalan, bukan malah menjadi penyukses persoalan rakyat.

Kebijakan pelayanan kesehatan demi terawatnya kesehatan sistem reproduksi dan potensi berketurunan generasi seharusnya berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih. Bukan prinsip yang terlahir dari asas buatan manusia. Karena jika upaya promotif, preventif, dan kuratif steril dari unsur fahisyah (perbuatan keji) dan industrialisasi masih terkait dengan asas buruk tersebut, meniscayakan maksimalnya faedah potensi berketurunan setiap individu sangatlah tidak mungkin terjadi. Demikian juga meniscayakan terwujudnya kebahagiaan, kesejahteraan, kemuliaan, ketenangan, dan terhindarnya masyarakat dari kebejatan moral dan kerendahan tingkah laku sangat jauh dari harapan.

*Menghadirkan Paradigma Islam*

Exit mobile version