Dalam Piagam Madinah misalnya, Nabi saw. menyatukan berbagai suku, agama, dan etnis dibawah payung hukum Islam. Dalam kitab Daulah Islamiyah karangan Syekh Taqiyuddin An Nabhani, tertulis bahwa Nabi Muhammad saw. mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, serta mengkondisikan masyarakat Islam Madinah hidup damai berdampingan dengan kaum Yahudi & Nasrani dengan tetap menjalankan keyakinannya masing-masing. Berbeda dengan apa yang diklaim dalam wacana modern, persatuan yang dibangun Nabi saw. bukan berdasarkan konsep kesetaraan, toleransi, dan demokrasi seperti yang ada saat ini.
Rasul juga tidak membiarkan paham di luar Islam masuk kedalam benak kaum Muslimin. Sebab dalam hal keyakinan, Allah telah menjadikan Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah swt.
Termuat dalam Q.S Ali-Imran Ayat 19 :
اِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ ۗ
Artinya : “Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah adalah Islam.”
Ayat ini secara gamblang menunjukkan bahwa tidak ada agama selain Islam yang diridhai Allah swt. Karena ketika Allah menetapkan Nabi Muhammad saw dan Al Qur’an sebagai penutup kerasulan dan kitab sebelumnya, maka pada saat itu pula Allah mengangkat syariat sebelumnya, termasuk agama yang dibawa Nabi Isa As. Maka termasuk menyalahi rukun iman ketika membenarkan sesembahan agama lain, terlebih mencari persamaan antara ajaran Islam dengan lainnya.
Maka siapapun yang mengajarkan dan menyerukan sinkretisme kepada umat Islam sama dengan mengajak mereka untuk murtad dari agama Islam.
Rasulullah saw. juga sudah memberikan contoh jelas dan tegas dalam kehidupan antar umat beragama dengan tidak mencampuradukkan ajaran antar agama, sebagaimana yang terkandung dalam Q.S Al-Kafirun.
Demokrasi-Sekulerisme Pangkal Sinkretisme
Demokrasi yang dianut dan diterapkan di negeri saat ini sejatinya lahir dari asas sekulerisme (paham pemisahan agama dari kehidupan). Paham ini melahirkan ide kebebasan (liberalisme), dimana setiap individu bebas berakidah dan memandang bahwa semua agama sama. Negara bahkan menjamin orang untuk gonta-ganti agama sesuai kehendaknya.
Buktinya, fenomena login-logout agama sekarang ini menjadi hal biasa. Bahkan tidak sedikit orang yang menganggap toleransi beragama adalah bagian dari nilai yang harus dilestarikan. Pasalnya, toleransi yang dimaksudkan dalam pandangan sekuleris adalah toleransi yang mengarah kepada campur aduk agama (sinkretisme). Seperti doa bersama lintas akidah, saling mengunjungi rumah ibadah, bahkan cocoklogi ajaran seperti yang dilakukan penguasa dengan Paus Fransiskus baru-baru ini.
Di satu sisi, upaya berpegang teguh pada akidah Islam yang lurus, termasuk pada identitas Islam; keinginan untuk hidup diatur oleh syariat Islam secara kafah, termasuk mengkaji dan mengajarkan ajaran Islam tentang Khilafah; acapkali dicap sebagai radikal atau dikaitkan dengan radikalisme, bahkan dengan terorisme. Alhasil, sekularisme yang melahirkan kebebasan (liberalisme) justru merupakan pangkal kesesatan.
Pentingnya Berpegang Teguh pada Al-Qur’an dan Sunah
Di antara efek buruk sekularisme yang diterapkan di negeri ini adalah menjadikan banyak umat Islam tidak lagi berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunah. Akibatnya, banyak muslim mudah menyimpang dari agamanya, padahal Rasulullah saw. telah menegaskan :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“Wahai manusia, sungguh telah aku meninggalkan di tengah kalian suatu perkara yang jika kalian pegang teguh niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yakni Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Berpegang teguh pada Al-Qur’an berarti menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman hidup. Sikap ini meniscayakan antara lain :
pertama, menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai rujukan (lihat QS An-Nisa’ [4]: 59).
Kedua, menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai standar halal haram, benar salah, dan baik buruk. Artinya, yang wajib dijadikan tolok ukur adalah apa saja yang diputuskan dan dinyatakan oleh Al-Qur’an dan Sunah (lihat QS Asy-Syura [42]: 10).
Ketiga, mengamalkan seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunah dalam seluruh aspek kehidupan (lihat QS Al-Baqarah [2]: 208).
Allah Swt. berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Siapa saja yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima; dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali ‘Imran [3]: 85).
Wallahualam bissawab. []